Powered By Blogger

Thursday 26 January 2012

Death on football

ketika pemain ini mendapatkan karu kuning dia tersenyum lalu......

Oliver Rifai Asal Belanda Ingin Perkuat Timnas Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ternyata ada satu pemain keturunan Indonesia di Belanda yang sepertinya layak dicoba untuk diproyeksikan masuk dalam skuad Timnas Mera Putih. Pemain itu masih muda belia.

Adalah Oliver Rifai, remaja berusia 17 tahun ini sejak tahun 2008 bermain untuk klub Belanda AZ Alkmaar diposisi gelandang. Ia merupakan anak dari pasangan ayah dari WNI dan Ibu Belanda.

Oliver seperti dilansir Arena, bukan hanya sekedar pesepakbola berdarah Indonesia dengan kemampuan biasa. Ia merupakan remaja dengan bakat yang patut diperhitungkan. Buktinya pesepakbola yang sangat menyukai masakan Indonesia ini dipanggil bergabung dengan Timnas Belanda U-17.

Bahkan Oliver adalah bagian penting Timnas Belanda U-17 yang memenangi sebuah turnamen di Meksiko. Dalam sebuah jejaring sosial, Oliver menyatakan bahwa dirinya siap membela negara Ayahnya, Indonesia apabila memang pihak asosiasi sepakbola Indonesia (PSSI) menginginkannya.

Oliver berharap PSSI menulis surat resmi kepada dirinya dan mengurus semua hal-hal terkait dengan administrasi.

Walaupun Oliver pernah memperkuat Timnas Belanda U-16 dan U-17 namun dirinya masih bisa memperkuat Timnas Indonesia seperti regulasi yang disyaratkan FIFA terkait pemain naturalisasi. Yakni selama Oliver belum pernah memperkuat Timnas Belanda senior, dirinya masih bisa menggunakan kostum Merah Putih.

Sebagai contoh bintang AC Milan, Kevin-Prince Boateng, Kevin adalah pemain kelahiran Jerman dengan Ibu seorang Jerman namun berayahkan seorang Ghana pernah memperkuat timnas Jerman U-15 sampai U-21 namun dirinya akhirnya bisa memperkuat Ghana pada Piala Dunia yang lalu karena belum sekalipun dipanggil timnas senior Jerman.

Terkait dengan Oliver Rivai, sekarang tinggal niat PSSI melalui Badan Tim Nasional guna mencoba talenta Oliver. Jangan sampai akhirnya kecolongan seperti yang terjadi dengan Radja Nainggolan yang akhirnya tidak bisa membela Garuda karena terlebih dahulu dipanggil Timnas Belgia.

kenapa harus SARA

T: "Kenapa stand-up comedian suka banget sih ngomong SARA (Suku, Agama, Ras, Adat)?"

J: Jawaban singkatnya: karena perlu.

Versi panjangnya, kita lihat kembali sejarah komedi atau lawak di Indonesia. Komedi di Indonesia ditekan oleh ancaman, "Jangan bicara SARA!" Tawa menjadi mekanisme kendali. Bagaimana bisa?

Coba aja lihat kondisi dulu (mungkin sekarang juga masih). Kalau ada pelawak melucu di depan pejabat, para bawahannya tidak berani ketawa sampai atasan mereka tertawa. Jadi tawa digunakan sebagai alat kendali: tertawalah hanya pada yang saya (sang atasan) izinkan.

Ini menjadi mekanisme kendali karena dengan begitu, yang ditertawakan adalah yang tidak memiliki kuasa. Atau dalam lingkup sosial, selalu pihak mayoritas menertawakan minoritas. Pihak minoritas bahkan tidak bisa bersuara walau merasakan ketidakadilan.

Dengan sendirinya, ini bisa jadi indikasi: apakah organisasi atau keluarga kita demokratis? Lihat saja dari saat pertunjukan komedi. Kalau semua tertawa lepas tanpa harus saling lirik, berarti demokratis. Kalau masih saling lirik, ada pengendalian pendapat secara internal.

Sebagai format, komedi tunggal (standup comedy) memanfaatkan kebebasan tawa ini. Esensi komedi tunggal adalah penjualan pendapat, via premis yang berbentuk setup. Dan menarik persetujuan penonton melalui punchline. Kalau penonton tertawa, mereka menerima pendapat sang komedian. Kalau tidak, gak akan tertawa. Sesederhana itu.

Lalu, apa hubungannya dengan SARA? Karena komedi tunggal juga berfungsi mengungkapkan kegelisahan seorang comic terhadap hal-hal yang ia hadapi sehari-hari. Memangnya kehidupan kita sehari-hari bisa lepas dari suku, agama, ras, atau adat? Tidak.

SARA adalah bagian keseharian kita yang juga bisa membuat gelisah. Dan kalau ini dipendam, malah berbahaya. Humor justru merupakan cara kita untuk menerima hal-hal yang meresahkan diri, dengan menertawakannya. Istilah yang digunakan Pandji adalah, "Berdamai dengan diri sendiri."

Dan format komedi tunggal terbuka bagi siapa saja. Kalau kita merupakan bagian dari pihak minoritas, justru dengan format komtunglah kita bisa menyuarakan apa saja keresahan kita. Ini yang dilakukan Ernest Prakasa dengan membawa etnis Cinanya sebagai materi. Atau saat kita ingin mempertanyakan suatu hal yang dipraktikkan oleh pihak yang berkuasa/mayoritas. Ini yang diusung Pandji dengan mempertanyakan ormas yang mengaku Islam tapi malah memburukkan nama Islam.

Dalam komedi tunggal, kedudukan (atau tepatnya keberdirian) seorang comic di atas panggung itu sama.

Jadi kenapa bicara SARA? Karena itu bagian dari kehidupan sehari-hari. Dan jika menjadi salah satu sumber keresahan kita sebagai comic, perlu segera disalurkan dalam bentuk humor.


T: "Sejauh mana kita bisa menertawakan SARA?"

J: Tidak ada ukuran yang konstan di sini. Intinya kembali ke esensi komedi tunggal yang saya sebut di atas; kita menjual pendapat atau sikap kita terhadap sesuatu. Penonton yang konvensional tentunya akan lebih sensitif terhadap pembicaraan SARA dibandingkan yang lebih modern atau terbuka. Sikap kita akan lebih sulit diterima jika terlalu drastis di atas batas toleransi mereka.

Suatu materi komedi yang sama bisa menyinggung satu kelompok tapi disukai kelompok lain, walaupun materi tersebut menertawakan kedua-keduanya. Kalau ini yang terjadi, kendalanya mungkin bukan di materi, melainkan penonton. Namun kalau semua orang gak suka, bisa jadi kendalanya di materi.

Kuncinya bisa dari saran Chris Rock dalam acara Talking Funny-nya Ricky Gervais, "Bicaralah mengenai tindakan atau kelakuan mereka, bukan tentang identitas mereka."

Wednesday 25 January 2012

Thailand Sudah Mempunyai Kapal Induk

HTMSChakri Naruebet is docked at Juk Samet naval base in Sattahip district of Chon Buri. The aircraft carrier has been deployed in disaster relief operations and to protect maritime resources. (photo : Thiti Wannamontha-Bangkok Post)
Navy's flagship is first port of call in emergencies

Serving the country for 14 years, aircraft carrier HTMS Chakri Naruebet has been a protector of marine resources and linchpin of disaster relief operations.

The government approved the building of the navy's 7.1 billion baht flagship in 1992 after Typhoon Gay devastated Chumphon province and other southern provinces in 1989.

Since then, the aircraft carrier has been used in several disaster relief operations under the codename 911.

It is not only the Royal Thai Navy's largest warship, HTMS Chakri Naruebet is also Southeast Asia's largest helicopter carrier with a full-load displacement of 11,544 tonnes and can sail in wave heights of 13.8 metres.

The carrier is 30.5 metres wide and 182.6 metres long, and as high as a 12-storey building. Its dock is about 4,000 square metres.

Constructed at Bazan shipyard in Spain, the ship was commissioned into the navy on March 20, 1997.

His Majesty the King named it Chakri Naruebet, meaning "The Honour of the Chakri Dynasty".

Her Majesty the Queen presided over the launch of the carrier on Jan 20, 1996, at the Bazan dockyard.

The carrier has brought pride to the navy. About 30,000-40,000 Thais visit the ship every month at Juk Samet naval base in Sattahip district of Chon Buri.

One of six Seahawk helicopters on the carrier prepares for take-off. (photo : Bangkok Post)
"HTMS Chakri Naruebet is the Thai people's ship as it was bought with taxpayer money. Thais are allowed to visit the ship free of charge," said Suvin Jangyodsuk, commanding officer of the aircraft carrier.

"The navy is responsible for taking care of the people's property and is ready to protect our territorial waters and marine resources. We are also ready for disaster relief operations." Captain Suvin is the fifth commander of the ship since it was launched.

During the 1997 economic crisis, the ship did not engage in training exercises due to naval budget cuts.

When the economy improved, the carrier was taken out of for exercises at least one to two times a month.

Capt Suvin said 451 personnel are stationed on the carrier and that number can exceed 600 during special exercises.

HTMS Chakri Naruebet was constructed by Spanish shipbuilders Bazan/Navantia. (photo : Naval Technology)

The carrier has been deployed on several disaster relief operations, including in the aftermath of the 2004 Indian Ocean earthquake and tsunami when it transported more than 700 bodies.

During the floods in the South in March, the ship was sent to Surat Thani and plucked 734 stranded visitors from Koh Tao. "We were the first agency to reach flood-hit people," said Capt Suvin.

The carrier has a fully equipped hospital with more than 40 beds.

In the event of a territorial dispute, the carrier serves as a floating operation command centre. In peace time, it is duty-bound to protect the country's marine resources and help people affected by natural disasters.

Naval personnel man an anti-aircraft gun. (photo : Bangkok Post)

The officers' uniforms make the aircraft carrier more colourful. They don red, yellow, green, purple and white uniforms depending on the section they are attached to. Those wearing red uniforms belong to the firefighting section, for example, while those in yellow work for the air traffic control unit.

The carrier has a kitchen with the capacity to feed almost 500 personnel.

Chief Petty Officer 1st Class Chamnong Saengkham, 58, the head chef, said 15 staff prepare meals for everyone. His team cooks 50 kilogrammes of rice a day for three meals. Vegetables, meat and other ingredients are bought fresh from a market in Sattahip district.

Petty Officer 1st Class Thitipong Thongyoi, 29, said he was proud of being a crew member on the country's largest naval vessel.

HTMS Chakri Naruebet in side view (image : Shipbucket-MConrads)

Floating Facts

HTMS Chakri Naruebet

Builder: Bazan of Spain
Keel-laying ceremony: July 12, 1994
Launched: Jan 20, 1996
Commissioned: March 20, 1997

Length: 182.6 metres (overall)
Beam:22.5 metres (flight-deck waterline), 30.5 metres (maximum)
Height (flight deck): 18.5 metres
Height (masthead): 42 metres
Draught: 6.2 metres
Displacement: 11,544 tonnes (fully laden)
Cruising speed: 12 knots
Maximum speed: 27 knots
Range: 10,000 nautical miles at 12 knots
Propulsion:Combined diesel or gas (CODOG) turbine system
- 2 x GE LM2500 gas turbines
- 2 x Bazan-MTU 16V 1163 TB83 diesel engines
- 2 propulsion shaftswith 4-bladed propellers
Power system: 4 power generators
4 back-up power generators
Other equipment:
3 sets of 155-tonne air-conditioners
2 sets 5-tonne cooling systems
2 sets of stabilisers
4 sets of reverse osmosis water machines
5 elevators

Hospital: Check-up room, operating room, X-ray room, dental room, 15 beds and 26 auxiliary beds for emergencies

Personnel:451 officers including 42 commissioned navy officers; 69 chief petty officers; 230 petty officers; 110 seamen
Weaponry: Three Sandral launchers Four 20mm close-in weapons systems
Aircraft carried: Nine Spanish Matador AV-8s aircraft Six S-70B Seahawk helicopters

(Bangkok Post)

Parlemen Belanda Menyetujui Mosi Penolakan Penjualan Tank ke Indonesia


MBT Leopard 2 milik Belanda telah mengalami beberapa kali upgrade hingga menjadi serie Leopard 2A6 (photo : Militaryphotos)
Belanda Ogah Jual Tank ke Indonesia
DEN HAAG, KOMPAS.com — Hari Rabu (14/12), Parlemen Belanda menyetujui mosi penolakan rencana penjualan tank kepada Indonesia. Rencana penjualan sejumlah tank Leopard oleh Kementerian Pertahanan ditolak Parlemen Belanda karena Belanda tidak ingin terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia. Demikian laparan Radio Nederland, kemarin.
Mayoritas anggota parlemen menyetujui mosi yang diajukan Partai Kiri Hijau (GroenLinks). Hanya partai CDA (Kristen Demokrat) dan VVD (Liberal Konservatif) yang menentang penolakan ini. Pengaju mosi, Arjan El Fassed, mengatakan, track record Indonesia berperan kuat dalam pengambilan keputusan ini.
"Keputusan penolakan berkaitan erat dengan track record Indonesia. Kita tahu mereka telah memorakporandakan Aceh, Timor Timur. Baru-baru ini juga terjadi kerusuhan di Papua," ujar El Fassed.
Menurut anggota parlemen dari GroenLinks ini, penjualan tank kepada Indonesia berisiko besar terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Tank kemungkinan besar bisa dipergunakan untuk menghabisi para demonstran.
"Kami di Eropa sudah menyepakati kriteria penjualan senjata dan alat-alat perang. Menjaga HAM adalah salah satu kriteria. Kami tidak ingin berpartisipasi jika kami merasa bahwa ada kemungkinan penyimpangan hak asasi manusia. Melihat situasi Indonesia saat ini, bagaimana mereka melecehkan hak asasi manusia, menurut kami sangatlah tidak bijaksana untuk menjual tank kepada Indonesia."
Akhir November lalu, Menteri Pertahanan Belanda Hans Hillen mengatakan kepada parlemen, Pemerintah Indonesia berminat membeli sejumlah tank Leopard Belanda. Kementerian Pertahanan Belanda berniat menjual 60 tank Leopard lamanya kepada Indonesia sebagai bagian dari langkah penghematan drastis.
Menurut parlemen, penjualan alat utama sistem persenjataan (alusista), dalam hal ini tank, harus memenuhi kriteria internasional: penghormatan hak asasi manusia, patuhnya negara calon pembeli pada kewajiban internasional, serta pada kondusifnya situasi politik dan kondisi keamanan negara.
Pengamat militer Indonesia, Dr Salim Said, menyatakan sangat terkejut dengan keputusan yang dikeluarkan Parlemen Belanda. Dia menyatakan baru mengetahui minggu ini rencana TNI membeli tank buatan Jerman itu dari Pemerintah Belanda.
"Saya pikir tidak ada masalah. Tetapi, ketika saya dengar Tweede Kamer (parlemen) Belanda menolak, nah ini berita yang mengejutkan. Lebih lagi, saya merasa hubungan kedua negara baik-baik saja. Menurut saya, selama ini tentara Indonesia sudah bereformasi. Para pemimpinnya juga sudah generasi muda. Ini, kan, sudah lebih dari sepuluh tahun," kata Salim Said kepada Radio Nederland.
Penolakan, menurut Salim Said, bisa berakibat kurang sedap bagi hubungan kedua negara. Apalagi, menurut dia, beberapa waktu lalu Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono sampai harus membatalkan kunjungannya ke Belanda.
"Pasti akan berdampak. Apalagi di tengah situasi Papua yang lagi menghangat. Banyak kecurigaan di Indonesia bahwa ada elemen-elemen Belanda yang masih bermain di Papua sana yang mempersulit Indonesia dan pembatalan kunjungan SBY kemarin. Saya tidak terlalu tahu seberapa jauh dampak itu. Mudah-mudahan tidak terlalu jauh."
Lebih jauh, Salim Said mengomentari penolakan parlemen atas dasar situasi politik dan keamanan Indonesia yang tidak kondusif sebagai "hal yang ajaib". "Indonesia aman-aman saja," ujarnya.
Ekor Papua
Salim Said tidak setuju jika alasan pelanggaran HAM di Indonesia menjadi alasan penolakan penjualan tank. Itu masa lalu. Kalaupun sekarang ada, tidak lagi seserius masa lalu karena tentara sudah tidak terlibat.
"Bahwa ada pergolakan, ada demonstrasi tiap hari di berbagai kota, itu, kan, ciri khas dari sebuah demokrasi. Di Belanda pun sering terjadi begitu. Lagian, semua urusan demonstrasi adalah urusan kepolisian. Militer sudah menarik diri dari semua urusan keamanan dalam negeri dan dari campur tangan politik."
Menurut dia, ada kemungkinan informasi yang didapatkan Pemerintah Belanda tidak akurat. Memang benar saat ini terjadi pergolakan di Papua, tetapi ini seharusnya dilihat sebagai campur tangan Belanda.
"Sejak KMB (Konferensi Meja Bundar), Belanda selalu campur tangan terhadap integrasi Papua ke Indonesia. Ekornya sampai sekarang."
Sebanyak 60 tank ingin dibeli Indonesia dari Belanda. Perlukah sebanyak itu? Ya, menurut Salim. "TNI lemah sekali persenjataannya. Lama sekali tidak dilakukan pembelian. Ini tujuannya untuk upgrade, pembaruan. Kita tidak agresif, kita menjaga negeri kita. Demikian Salim Said kepada Radio Nederland.
(Kompas)

TNI AU Jajaki UAV dari Afrika Selatan

Denel Dynamic Seeker tactical UAV (photo : Defenceweb)

Pesawat Tanpa Awak di Pontianak

BELITUNG, KOMPAS.com — TNI AU akan menempatkan satu skuadron pesawat tanpa awak di Lapangan Udara TNI AU Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat. Skuadron itu akan direncanakan minimal berkekuatan enam pesawat tanpa awak.

Panglima Komando Operasi I TNI AU Marsekal Muda Sunaryo mengatakan, saat ini fasilitas di Supadio sedang disiapkan agar bisa dijadikan markas pesawat tanpa awak. "Untuk pelatihan personelnya masih dikaji kapan akan mulai dilakukan," ujarnya disela latihan TNI AU dengan sandi Operasi Jalak Sakti 2011 di Belitung, Selasa (26/7/2011).

Skuadron itu rencananya akan diperkuat minimal enam pesawat tanpa awak. Skuadron itu akan menjadi kesatuan pesawat tanpa awak milik Indonesia. "Sedang dijajaki pengadaan (pesawat) buatan Afrika Selatan," ujarnya.

Sunaryo juga mengungkapkan, jet tempur buatan Korea Selatan akan ditempatkan di Medan, Sumatera Utara. Penempatan itu rencananya akan mulai dilakukan tahun 2012. "Di Medan nanti satu skuadron," ujarnya.

Sementara itu, Komandan Wing I Lapangan Udara Halim Perdana Kusumah Kolonel Penerbang Tribowo Budi mengatakan, jet sejenis akan ditempatkan juga di Manado. Waktu penempatan juga diperkirakan tahun depan. "Konsep kerja samanya adalah transfer teknologi antara Korea Selatan dan Indonesia. Korea Selatan dan Indonesia akan membangun bersama jet tempur canggih," ujarnya.

Dua lapangan udara itu paling dekat dengan wilayah perbatasan yang ramai dilewati pihak asing. Lanud Medan berdekatan dengan Selat Malaka. Sementara itu, Lanud Manado mengawasi kawasan timur Indonesia. "Sedapat mungkin alutsista (alat utama sistem persenjataan) ini dimaksimalkan untuk menjaga wilayah," ujar Tribowo.

Pengganti Sunaryo mengatakan, pengadaan jet tempur buatan Korea Selatan itu untuk mengganti armada saat ini. Beberapa armada, seperti Hawk buatan Inggris dan F5 buatan Amerika Serikat, sudah tua dan harus diganti. "Alusista sedang dimodernisasi dengan alat yang lebih canggih dan variatif," tuturnya.

Selain dengan Korea Selatan, Indonesia juga menjajaki pembelian jet tempur dengan Brasil dan Rusia. Selain itu, Indonesia mendorong perusahaan dalam negeri untuk memproduksi alutsista. "Hal itu kewenangan mabes," ujarnya.

11 Helikopter Seasprite untuk TNI AL Diproses Pengadaannya

Helikopter SH2G Seasprite buatan Kaman Helicopters AS (photo : Jetphotos)

Heli Antikapal Selam Perkuat TNI AL
JAKARTA – Kekuatan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI Angkatan Laut akan bertambah menyusul proses pengadaan 11 unit helikopter antikapal selam, antikapal permukaan, serta dua pesawat patroli laut.

Tambahan alutsista itu akan mengisi kelemahan-kelemahan yang dimiliki kapal TNI AL. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Untung Suropati mengatakan, keberadaan pesawat sayap tetap maupun sayap putar (helikopter) penting bagi TNI AL, karena mereka merupakan kepanjangan “mata” dan “telinga” dari kapal TNI AL (KRI). Wilayah laut Indonesia yang luas, menurut dia, tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh KRI mengingat kekuatannya yang terbatas.

Karena itu, keberadaan tambahan dua unit maritime patrol aircraft (MPA) dan11 helikopter anti kapal selam Seasprite itu sangat penting untuk mengisi kekosongan yang tidak terkover kapal-kapal TNI. “Pesawat tentunya memiliki kelebihan di manuver, fleksibilitas, jangkauan yang luas, dan kemampuan deteksinya juga lebih cepat,” tegas Untung di Jakarta, kemarin. Dua unit MPA yang akan menambah kekuatan TNI AL yaitu pesawat CN-235 yang rencana sudah mulai diterima TNI AL pada 2013.

Selain radar deteksi, pesawat ini juga akan dilengkapi dengan kemampuan untuk melakukan penindakan. Adapun untuk helikopter Seasprite sejumlah satu skuadron itu, memiliki kemampuan penindakan yang lebih ampuh. Enam dari 11 helikopter dilengkapi dengan senjata antikapal selam, sisanya lima unit merupakan antikapal permukaan. “Rencananya pada 2012 pengadaannya,” ujarnya. Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, pengadaan CN-235 untuk MPA TNI AL masuk dalam prioritas alutsista TNI.

Rencananya, biaya pengadaan menggunakan alokasi dari pinjaman luar negeri sebesar USD60 juta, namun pemesanan di PT Dirgantara Indonesia. Sjafrie yang juga wakil menteri pertahanan itu menuturkan, dalam strategi pertahanan Indonesia, saat ini memang sedang dikembangkan penguatan di kawasan Indonesia bagian timur.

Pangkalan Kapal Selam Dibangun di Teluk Palu

Teluk Palu, Sulawesi (image : Google Maps)

Donggala, Sulteng (ANTARA News) - TNI Angkatan Laut sedang membangun sebuah pangkalan khusus untuk kapal selam dan kapal-kapal perang di Teluk Palu.

"Pembangunannya sudah dimulai tahun 2011 di dermaga Pangkalan TNI AL (Lanal) Kelurahan Loli, Kota Palu," kata Dan Lanal Palu Kolonel Laut (P) Budi Utomo kepada ANTARA di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala, sekitar 35 km utara Kota Palu, Kamis.

Menurut dia, pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemkot Palu telah membantu TNI AL berupa lahan seluas tiga hektare untuk mengembangkan Dermaga Lanal di Loli tersebut menjadi pangkalan kapal-kapal selam dan KRI.

Di atas lahan tersebut, TNI AL akan membangun berbagai sarana dan fasilitas untuk kepentingan pelayanan terhadap alutsista TNI AL itu agar bisa berfungsi maksimal sebagai tempat istirahat, perbaikan dan pengisian logistik kapal-kapal selam dan kapal perang.

Fasilitas yang sedang dan akan dibangun adalah asrama untuk awak kapal dan juga sarana dan fasilitas untuk perbaikan kapal.

"Pangkalan itu sekarang sudah bisa digunakan hanya belum maksimal. Sudah pernah diuji coba dengan kapal selam dan sudah rutin digunakan oleh KRI-KRI yang beroperasi di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) III Laut Banda," ujar Budi.

Menurut Budi, Dermaga Lanal Palu di Loli ini merupakan pangkalan kapal selam satu-satunya di luar Jawa. Teluk Palu ini dipilih karena lokasinya yang sangat strategis dan konfigurasi alur lautnya yang istimewa dan tidak terdapat di teluk lain di Indonesia bahkan mungkin di dunia.

"Alur laut teluk Palu mulai dari Laut Banda sampai Loli mencapai panjang 30 kilometer dengan lebar 10 km dan kedalaman 400 meter. Ini sangat istimewa, sehingga raksasa sekelas kapal induk Amerika Serikat pun bisa masuk di sini," ujarnya.

Lokasinya juga strategis karena jarak ke Malaysia 300 kilometer dan ke Makassar juga 300 kilometer, jadi berada di tengah-tengah dua titik penting dalam strategi pertahanan nasional.

"Kondisi perairan Teluk Palu ini pun tidak akan terpengaruh oleh kondisi cuaca dan iklim bagaimanapun yang terjadi di ALKI III. Jadi teluk ini sangat cocok untuk dijadikan tempat parade kapal perang seperti yang pernah dilaksanakan di Manado," ujarnya.

Ketika ditanya berapa dana yang dikucurkan dan kapan pembangunan pangkalan kapal selam ini selesai dan beroperasi penuh, Budi Utomo mengaku tidak tahu karena hal itu tergantung pada pendanaan dari Mabes TNI AL.

"Dana pembangunannya dikucurkan bertahap dari Mabes. Proyeknya ada di Mabes, kami hanya menerima saja," ujar Budi disela-sela acara penyerahan kapal bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada para nelayan dari lima kabupaten di Sulteng.

Ia juga tidak menyebutkan berapa kapal selam yang akan berpangkalan di Dermaga Loli ini, namun menyebut bahwa dalam waktu dekat ini, TNI AL akan membeli tiga kapal selam baru dan tidak tertutup kemungkinan kapal-kapal itu akan ditempatkan di pangkalan Loli ini.

Kemhan RI - DSME Korea Selatan Tandatangani Kontrak Pengadaan Kapal Selam

Tiga kapal selam akan dibangun untuk kebutuhan TNI AL (photo : DMC)

Jakarta, DMC - Kementerian Pertahanan Republik Indonesia telah menandatangani kontrak pengadaan tiga unit kapal selam dengan perusahaan galangan kapal asal Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME). Kontrak tersebut ditandatangani kedua belah pihak yang dalam hal ini pihak Kemhan RI diwakili oleh Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan RI Mayjen TNI Ediwan Prabowo, sedangkan pihak DSME diwakili oleh President & CEO DSME Sang-Tae Nam, Selasa Malam (20/12) di kantor Kemhan RI, Jakarta.

Hadir menyaksikan penandatanganan kontrak tersebut, Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Young Sun Kim, Atase Pertahanan Korea Selatan di Jakarta Kolonel Moo Dae Cheol, serta sejumlah pejabat di lingkungan Kemhan, Mabes TNI dan Mabes TNI Angkatan Laut.

Pengadaan tiga unit kapal selam baru ini untuk melengkapi armada tempur TNI Angkatan Laut. Dengan kehadiran tiga kapal selam baru ini, diharapkan daya tempur dan daya tangkal TNI Angkatan Laut semakin kuat.

Sebelumnya, untuk pengadaan kapal selam TNI AL ada beberapa negara yang menjadi pilihan seperti Jerman (U-209), Korea Selatan (Changbogo), Rusia (Kelas Kilo), dan Prancis (Scorpene). Setelah melalui tender dan disesuaikan dengan spesifikasi teknis dan kebutuhan operasional serta anggaran yang ada, akhirnya diputuskan pengadaan dilakukan dari Korea Selatan.

Kabaranahan Kemhan RI dalam sambutannya mengatakan, pembahasan atas penyiapan kontrak kapal selam ini merupakan hal yang cukup rumit. Namun demikian kedua belah pihak bersama - sama telah bekerja keras dapat mewujudkannya dan diharapkan nantinya dapat berkelanjutan secara baik.

Lebih lanjut Kabaranahan Kemhan RI mengatakan, dengan penandatanganan kontrak ini masih ada hal – hal yang perlu dibahas lebih lanjut oleh kedua belah pihak yaitu tentang Transfer of Technology (ToT) yang diharapkan dapat segera dituntaskan dan nantinya dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Mengakhiri sambutannya, Kabaranahan Kemhan RI berharap penandatanganan kontrak ini menjadi momen yang bersejarah bagi Pemerintah Indonesia khususnya Kemhan RI, DSME maupun bagi Pemerintah Korea Selatan.


Sementara itu, President & CEO DSME Sang-Tae Nam, mengatakan, kontrak pembangunan kapal selam ini diyakininya akan memberikan kontribusi dalam memperkuat dan meningkatkan hubungan kerjasama kedua negara.

Sebelum kontrak pengadaan kapal selam ini, dijelaskan bahwa DSME telah menandatangani dua kontrak terpisah untuk meningkatkan kinerja dan perbaikan kapal selam milik Indonesia yaitu KRI Cakra dan KRI Nanggala.

Untuk kapal selam yang pertama yaitu KRI Cakra telah diserahkan kembali ke Indonesia pada April 2006. Sedangkan kapal selam kedua, KRI Nanggala sudah selesai perbaikannya dan sekarang sedang dalam percobaan, dijadwalkan pada Januari 2012 akan serahkan kembali kepada Indonesia.

Sedangkan dalam kontrak yang baru ini, DSME President & CEO DSME menjelaskan DSME akan membangun tiga Kapal selam DSME209 Kelas Diesel-Electric pesanan Kemhan RI. Dari ketiga kapal selam ini, kapal selam pertama dan kedua akan dibangun di Korea dengan melibatkan perusahaan galangan kapal Indonesia yaitu PT.PAL di Surabaya. Sedangkan untuk kapal selam ketiga nantinya akan diproduksi di PT. PAL.

Lebih lanjut President & CEO DSME Sang-Tae Nam berharap, proyek kerjasama ini akan meningkatkan kerjasama kedua negara, tidak hanya untuk industri pertahanan tetapi juga untuk pembuatan kapal dan industri lepas pantai melalui upaya bersama dari perusahaan galangan kapal Indonesia dan DSME.

Menurutnya, pembuatan kapal dan industri lepas pantai memiliki efek yang besar untuk industri terkait, menciptakan lapangan pekerjaan dan mempromosikan pembangunan seimbang sektor manufaktur secara keseluruhan. “Saya berharap kerja sama ini akan memberikan kontribusi bagi pengembangan industri perkapalan kedua negara”, tambahnya.

Dijelaskan bahwa DSME memiliki track record yang kuat dari operasi proyek - proyek kerjasama dengan galangan kapal luar negeri. Sekitar 20 tahun yang lalu, DSME mendapatkan Transfers of Technology dari Jerman dan telah berhasil membangun delapan kapal selam untuk Angkatan Laut Republik Korea Selatan. Dengan pengalaman ini, pihaknya yakin ini akan sangat membantu DSME dalam bekerjasama dengan baik dengan PT. PAL. (BDI/SR)

(DMC)

Baca Juga :

S. Korean Shipbuilder Signs Largest-Ever Defense Export Deal
21 Desember 2011

SEOUL, (Yonhap) -- A South Korean shipbuilder has signed the country's single-largest defense export deal, agreeing to sell submarines to Indonesia, officials said Wednesday.

Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering has won a 1.3 trillion won (US$1.1 billion) order to build three submarines for Jakarta, becoming the first local company to export submarines, the company and the state-run Defense Acquisition Program Administration (DAPA) said.

Daewoo Shipbuilding said it will deliver the submarines, each weighing 1,400 tons, by the first half of 2018.

The monetary value of the deal is South Korea's largest for a defense contract, Daewoo Shipbuilding said. It added the submarines to be exported can each carry 40 sailors and will be equipped with eight weapon tubes to fire torpedoes and guided missiles.

According to the DAPA, South Korean defense contractors acquired a record $2.4 billion in combined export orders this year, more than double the amount from a year ago and an increase of almost $2.2 billion from 2006.

Daewoo Shipbuilding had been competing with a French company since July. In September, Defense Minister Kim Kwan-jin visited Indonesia and asked Purnomo Yusgiantoro, his Indonesian counterpart, to add South Korean submarines to Jakarta's aging naval fleet.

This was the second major defense deal between Seoul and Jakarta this year. In May, the South's state-run Korea Aerospace Industries (KAI) agreed to export the T-50 Golden Eagle supersonic trainer jets to Indonesia.

Indonesia Segera Miliki Kapal Perang Canggih "Trimaran"

Kapal cepat trimaran buatan Lundyn Northe Sea Boats (photo : Audrey)
Banyuwangi (ANTARA News) - Indonesia segera memiliki satu kapal perang canggih berpeluru kendali "Trimaran" yang merupakan produk dalam negeri.

"Kapal ini terbuat dari serat karbon, dengan kecepatan 35 knot dan dipersenjatai peluru kendali yang memiliki jarak tembak 120 kilometer," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin usai meninjau industri kapal dalam negeri PT Lundin Industry Invest di Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa.

Ia mengatakan, dalam lima bulan mendatang kapal perang canggih yang merupakan prototipe itu langsung bisa dioperasionalkan memperkuat jajaran armada tempur TNI Angkatan Laut.

"TNI Angkatan Laut memesan empat unit kapal, dan dalam lima bulan mendatang sudah jadi satu kapal perang `Trimaran`, sedangkan tiga unit lainnya akan segera dibangun secara bertahap hingga 2014," kata Sjafrie menambahkan.

Satu unit kapal "Trimaran" dihargai sekitar Rp114 miliar yang diambil dari APBN 2011.

"Jika proyek pengadaan ini berhasil maka ini merupakan sejarah bagi Indonesia karena telah berhasil membuat kapal perang dengan komposit serat karbon, dan ini akan dipatenkan dan diekspor ke luar negeri," kata Sjafrie.

Direktur PT Lundin Industry Invest, John Lundin, mengatakan pihaknya telah melakukan ujicoba terhadap kapal dengan panjang sekitar 62,52meter tersebut.

"Ini merupakan kapal `Trimaran` pertama yang dibuat dari serat karbon. Amerika pernah membuat kapal sejenis dengan panjang 120 meter namun dari bahan alumunium atau baja.

Komposit serat karbon juga telah digunakan untuk pembuatan pesawat airbus Boeing-777 dan mobil formula 1. Ketahanannya 20 kali lebih kuat dibandingkan baja.

Kapal cepat berpeluru kendali itu memiliki panjang keseluruhan 62,53 meter, panjang "water line", 50,77 meter panjang "water draft" 1,17 meter, bobot mati 53,1 GT, kecepatan maksimum 30 knot, kecepatan jelajah 16 knot, dengan mesin utama 4X marine engines MAN nominal 1.800 PK.

130 Teknisi Berangkat ke Korsel Februari


Cutaway kapal selam Type 209 (image : DID)
JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan mengirim 130 personel ke Korea Selatan (Korsel) untuk proyek pembuatan kapal selam. Mereka diambil dari anggota TNI AL, ahli kapal selam dari PT PAL, dan sejumlah akademisi dari Institus Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.
"Pada 36 bulan pertama, mereka hanya akan memperhatikan cara membuat kapal selam," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan, Brigjen TNI Hartind Asrin saat dihubungi di Jakarta, Jumat (6/1).
Adapun pemberangkatan akan dilakukan bertahap. Hartind menjelaskan dua dari tiga kapal selam yang dibeli Indonesia akan dibuat di Korsel melalui perusahaan galangan Daewoo Shipbuiliding Marine Enginering (DSME). Pembuatan kapal selam pertama berlangsung dalam kurun 36 bulan. Selama itu pula teknisi dari Indonesia akan memperhatikan dengan saksama cara mereka merakit hingga akhirnya kapal selam itu selesai.
Pada pembuatan kapal selam kedua, barulah para teknisi itu ikut turun. Namun, masih akan dibantu dari pihak Korsel. "Separo teknisi dari kita, separo dari mereka," katanya.
Pembuatan kapal selam kedua ini diperkirakan lebih singkat, yakni hanya 20 bulan. Pasalnya, pihak Korsel dan Indonesia menargetkan bisa membangun dua kapal selam itu dalam kurun 56 bulan atau sekitar 4,5 tahun. "Diperkirakan dua kapal selam itu akan selesai pada pertengahan 2016," ujar Hartind.
Untuk pembuatan kapal selam ketiga, pengerjaan sepenuhnya dilakukan teknisi Indonesia. Pembuatan kapal selam ketiga akan dilakukan di galang an PT PAL di Surabaya. Namun, pihak DSME tetap akan mengawasi pembuatannya. Diperkirakan bisa selesai sekitar 2019. "Proses pembuatannya diperkirakan memakan waktu antara 24-36 bulan," katanya.
Kapal selam berjenis 209 dengan teknologi setara jenis 214 ini diperkirakan menghabiskan dana 1 miliar dollar atau 10 triliun rupiah. Pembayarannya menggunakan anggaran APBN 2010-2014. Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksma Untung Suropati mengatakan harga sebesar itu terhitung murah dibandingkan penawaran yang dilakukan perusahaan lain. nsf/P-3

RI Ready to Modernize its Weaponry

Nexter Caesar 155 howitzer (photo : rhcp04)

Indonesia will start modernizing its military hardware after a decade of internal reform riding on the back of an improving economy, Defense Minister Purnomo Yusgiantoro told repoters Monday.

“The Indonesian Military has been involved in internal reforms, such as disengagement from political and business activities,” he told a press conference after a leadership meeting at the ministry.

“All this time, the TNI has refrained from procuring major weapons systems.”

Also attending the press conference were Defense Deputy Minister Sjafrie Sjamsoeddin, TNI chief Adm. Agus Suhartono, Army chief of staff Gen. Pramono Edhie Wibowo, Navy chief of staff Adm. Soeparno, Air Force chief of staff Marshal Imam Sufaat, and ministry secretary general Vice Marshal Eris Heryyanto.

Coordinating Minister for Political, Security and Legal Affairs Djoko Suyanto attended the leadership meeting and delivered a speech to the participants.

Purnomo said most of the procurement could take a long time to realize from planning to delivery as there were various agencies involved in the process.

“Each individual service will describe their needs to the TNI headquarters, which will submit the request to the ministry,” he said.

“Once agreed, we have to talk with the National Development Planning Board [Bappenas] and the Finance Ministry to find the appropriate funding.”

He said because most procurement processes require a long time to realize, the funding usually involves a multiyear system.

The ministry’s Defense Facilities Agency chief, Maj. Gen. Ediwan Prabowo, said most of the shopping list would be sealed in the first half of this year.

“We are currently still looking for candidates for each weapons system. So we have not yet decided the model and pricing,” he told the press conference.

The shopping list includes various weapons systems for the three services including various types of helicopters, howitzers, multiple launch rocket systems (MLRS), various types of ships and anti-aircraft missiles.

Indonesia ended 2011 with large procurements, including six Sukhoi Su-30MKK from Russia worth US$470 million; three submarines from South Korea worth almost $1.1 billion in cooperation with state shipyard PT PAL; nine NC-295 medium transport from Spain worth $325 billion in cooperation with state-owned aircraft maker PT Dirgantara Indonesia; 16 KAI T-50 Golden Eagle advanced trainers, worth $400 million, from South Korea; eight Embraer EMB-314 Super Tucano counter-insurgency aircraft from Brazil; and Grob G 120TP primary trainer from Germany.

Indonesia’s shopping list in 2012

Army
1. Main battle tank (MBT)
2. Multiple launch rocket system (MLRS)
3. Howitzer 155mm
4. Air defense missile
5. Assault and attack helicopters
6. Anoa armored personnel carrier

Navy
1. Searider rigid-inflatable boat (RIB)
2. Fast patrol boats
3. Guided-missile destroyer
4. Hydro-oceanography vessel
5. Barque tall ship to replace the existing KRI Dewaruci
6. Various auxiliary vessels, including fuel and landing ship tank
7. Anti-submarine warfare (ASW) helicopter

Air Force
1. Anti-aircraft missile
2. EC-725 Cougar helicopter
3. 24 units of F-16, grant from the United States, to be retrofitted
4. 4 units of C-130H heavy transport aircraft, grant from Australia, to be retrofitted

Pemerintah Siapkan US$280 Juta untuk 100 Tank Leopard 2A6

Rencana akuisisi 100 tank Leopard 2A6 bekas mengingatkan kembali pada awal tahun 1990-an pada era Presiden Soeharto dimana saat itu pemerintah berniat melakukan akuisisi 100 tank Leopard 1 bekas/excess dari Angkatan Darat Jerman (photo : Militaryphotos)

Incar Tank Leopard, Pemerintah Siapkan US$280 Juta

Jurnas.com KEMENTERIAN Pertahanan menyiapkan dana sebesar US$280 Juta untuk membeli 100 unit tank Leopard milik pemerintah Belanda. Dana tersebut dIperoleh dari alokasi dana pertahanan periode 2010-2014.

“Pada 2012, tim sudah bekerja. Kami akan membeli 100 unit,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Jakarta, Minggu (18/12).

Sjafrie tidak memerinci berapa harga tank Leopard bekas milik Belanda tersebut. Namun begitu, dirinya berharap bisa mendapat tank-tank tersebut dalam harga murah dan berkualitas. “Semurah mungkin, secepat mungkin, dan seberkualitas mungkin,” ujarnya lagi. Sjafrie menekankan, pengadaan main battle tank buatan Jerman tersebut harus dikelola secara cermat dan teliti.

Tank Leopard yang menjadi incaran Indonesia adalah tank Leopard 2A6 yang telah dipergunakan angkatan bersenjata negara-negara Eropa dan non-Eropa. Tank yang dikembangkan Krauss-Maffei ini memiliki kubah tembak vertikal berlapis baja. Selain itu tank ini dilengkapi sistem pengontrol penembakan digital dan rangefinder laser. Meriam utama 120mm, senapan mesin koaksial, serta perlengkapan night vision yang canggih. Tank ini juga memiliki kemampuan bertempur menghadapi sasaran bergerak meski berada dalam medan sulit dan tak rata.

(Jurnal Nasional)

Baca Juga :

Keunggulan Tank Leopard Versi KSAD
18 Desember 2011

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, mengatakan hingga kini tidak ada perubahan rencana pembelian 100 Tank Leopard. Karena itu, pihaknya berusaha untuk bisa merealisasikan pembelian itu sebagai wujud modernisasi alutsista setelah 20 tahun tidak melakukannya.

"Yang kami butuhkan tank besar, tidak ada perubahan," terang di kantor Kementerian Pertahanan, Ahad (18/12).

Dijelaskannya, pemilihan tank tempur utama (main battle tank/MBT) Leopard 2A6 sudah melalui berbagai kajian dari beberapa aspek. Antara lain, aspek strategi militer, yakni susunan kekuatan militer dibangun dan dipersiapkan sejak dini dengan asumsi adanya ancaman yang paling mungkin.

Pramono menyatakan, setiap negara dalam strategi militernya pasti fokus kepada desain kapabilitas objektif, berupa susunan satuan-satuan tempur, bantuan tempur (banpur), dan unsur pendukung secara terintegratif dan komprehensif.

Keunggulan militer di atas kertas, imbuhnya, dapat dinilai dari keunggulan kapabilitasnya dari sudut kemampuan daya gerak atau manuver, daya tembak, daya kejut, dan daya penghancur, serta daya tahannya sebagai kekuatan. "Baik itu penangkal, penindak, penghancur maupun pemulih," kata Pramono.

Dia melanjutkan, kalau dilihat dari taktik bertempur matra darat, maka Tank Leopard adalah pilihan yang tepat untuk menghadapi kekuatan darat lawan yang memiliki tank MBT sekelasnya. Dalam taktik bertempur kekuatan tank tempur, kata Pramono, harus dihadapi dengan tank tempur pula.

Ditinjau aspek itu, menurut Pramono, keunggulan MBT Leopard bisa digunakan, yang meliputi kemampuan daya gerak, tembak, daya kejut dan penghancuran

Belum lagi keunggulan desain teknologinya yaitu, besaran calibernya 120 milimeter, jarak capai, kemampuan penetrasi dan penghancurannya, stabilizer system dan armor protection-nya.

Leopard, sambung Pramono, juga punya keunggulan yang sangat menentukan yaitu, kemampuan firing control system dan automatic target tracking system yang sangat akurat, serta auto ammo loader guna mempercepat daya tembaknya, thermal imaging sight, laser range finder, dan balistic computer.

Pramono mengatakan, aspek geografi Indonesia juga menentukan pemilihan MBT Leopard yang beratnya 63 ton. Tank tersebut, sebut dia, dapat bergerak dan bermanuver dengan leluasa di wilayah Indonesia, kecuali di wilayah tertentu yang tidak memungkinkan bagi manuver tank tempur berat.

Kemudian aspek ToT, Rheinmetal yang merupakan pabrik Tank Leopard di Jerman memberikan dukungan sepenuhnya berupa trasfer teknologi baik pemeliharaan, operasional dan pengadaan amunisinya bersama PT Pindad, Bandung.

"Inilah alasan kami memilih MBT Leopard. Sisi transfer of technology juga menjadi pertimbangan," beber mantan panglima Kostrad tersebut.

Syafrie yakin, pembelian tank Leopard bakal tidak ada masalah, dan tahun depan pihaknya menargetkan pembelian 100 Tank Leopard seharga Rp 14 triliun tersebut tuntas. Dia melanjutkan, kalau pembelian tank merupakan bagian modernisasi alutsista TNI peridoe 2011-2015 untuk mencapai kekuatan pokok minimum (essential minimum forces) dengan total anggaran Rp 150 triliun.

"Initial planning pembelian tetap bergerak ke Tank Leopard, karena pengadaan alat dibutuhkan main battle tank," ujarnya.

(Republika)

Sunday 15 January 2012

Soekarno أحمد سوكارنو


Ir. Soekarno (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 - 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.

Latar belakang dan pendidikan
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali.
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Masa pergerakan nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A  dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.

Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

Early independence

Following the Japanese surrender, Sukarno, Mohammad Hatta, and Dr. Radjiman Wediodiningrat were summoned by Marshal Terauchi, Commander-in-Chief of Japan's Southern Expeditionary Forces in Saigon. Sukarno, viewed by many as a competent leader of the time is forced by the youth groups to initially hesitate in declaring Indonesia's independence - the youth at the time felt that the news of Japanese surrender shall be taken as a golden chance to declare independence before the allies could re-establish a colonial rule in the area, yet Sukarno refused - he is afraid of any bloodbath and war which will be done by the base of suspecting the Indonesians of rebellion against the Japanese by the allied force which would soon take their power back. To force the deadlock to end,he and Mohammad Hatta were kidnapped by Indonesian youth groups to Rengasdengklok, Karawang, not far from Jakarta in order to prepare the Indonesian Independence. Finally Sukarno and Hatta declared the independence of the Republic of Indonesia on August 17, 1945.
Sukarno's vision for the 1945 Indonesian constitution comprised the Pancasila (five principles). Sukarno's political philosophy was mainly a fuse of elements of Marxism, nationalism and Islam. This is reflected in a proposition of his version of Pancasila he proposed to the BPUPKI (Inspectorate of Indonesian Independence Preparation Efforts), in which he originally espoused them in a speech on June 1, 1945:
 1. Kebangsaan Indonesia (Indonesian Nationality), an emphasis on Nationalism
2. Internasionalisme Internationalism, an emphasis about equality and humanity
3. Musyawarah Mufakat (Deliberative Consensus), an emphasis on Representative democracy which hold no ethnic dominance but equal vote for each member of the council
4. Kesejahteraan Sosial (Social Welfare), Marxist influenced, an emphasis on Populist Socialism
5. KeTuhanan yang Berkebudayaan, Monotheism
In the same speech, he argued that all of the principles of the nation could be summarized in the phrase gotong royong. The Indonesian parliament, founded on the basis of this original (and subsequently revised) constitution, proved all but ungovernable. This was due to irreconcilable differences between various social, political, religious and ethnic factions.
Sukarno's government initially postponed the formation of a national army, for fear of antagonizing the Allied occupation forces and their doubt over whether they would have been able to form an adequate military apparatus to maintain control of seized territory. The various militia  groups at that time were encouraged to join the BKR—Badan Keamanan Rakyat (The People's Security Organization)—itself a subordinate of the "War Victims Assistance Organization". It was only in October 1945 that the BKR was reformed into the TKR—Tentara Keamanan Rakyat (The People's Security Army) in response to the increasing Dutch presence in Indonesia. In the ensuing chaos between various factions and Dutch attempts to re-establish colonial control, Dutch troops captured Sukarno in December 1948, but were forced to release him after the ceasefire. He returned to Jakarta in December 28, 1949. At this time, Indonesia adopted a new federal constitution that made the country a federal state. This was replaced by another provisional constitution in 1950 that restored a unitary form of government. Both constitutions were parliamentary in nature, which—on paper—limited presidential power. However, even with his formally reduced role, he commanded a good deal of moral authority as Father of the Nation.
Sukarno's government was not universally accepted in Indonesia. Indeed, many factions and regions attempted to separate themselves from his government, and there were several internal conflicts even during the period of armed insurgency against the Dutch. One such example is the leftist-backed coup attempt by elements of the military in Madiun and Mt. Lawu Area, East Java in 1947, which was an attempt to change the NKRI (Unitary State of Republic of Indonesia) into RSI (Rep. Soviet Indonesia - Soviet of the Republic of Indonesia) by the leading PKI (Communist Party of Indonesia) party; many of the PKI partisans died and its power became dormant for the next 2-3 years, before in the late 1950s PKI start to dominate Indonesian politics again. Or attempts of coup such as the DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia - Darul Islam/Islam Army of Indonesia) coup in West Java, in which SM Kartosuwirjo and fellow separatists tried to create a NII (Negara Islam Indonesia - Islamic Country of Indonesia).
There were further attempts of military coups against Sukarno in 1956, including the PRRI–Permesta rebellion in Sulawesi supported by the CIA, during which an American aviator, Allen Lawrence Pope, operating in support of the rebels was shot down and captured.

Masa kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia "bercerai" dengan Wakil Presiden Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat "memenuhi" cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera.

Keluarga Soekarno

Raden Soekemi Sosrodihardjo + Ida Ayu Nyoman Rai = Soekarno (1901-1970).   
Soekarno (1901-1970) + Oetari (istri ke-1; menikah 1921; berpisah 1923).
Soekarno (1901-1970) + Inggit Garnasih (istri ke-2; menikah 1923).
Soekarno (1901-1970) + Fatmawati (istri ke-3; menikah 1943) = Guntur (l.1944), Megawati (l.1947),
Rachmawati (l.1950), Sukmawati (l.1952), Guruh (l.1953).
Soekarno (1901-1970) + Hartini (istri ke-4; menikah 1952) = Taufan (l.1951 w.1981), Bayu (l.1958).
Soekarno (1901-1970) + Ratna Sari Dewi Soekarno (istri ke-5; menikah 1962) = Kartika (l.1967).
Soekarno (1901-1970) + Haryati (istri ke-6; menikah 1963) = Ayu.
Soekarno (1901-1970) + Yurike Sanger (istri ke-7; menikah 1964).
Soekarno (1901-1970) + Kartini Manoppo (istri ke-8) = Totok (l.1967).   
Soekarno (1901-1970) + Heldy Djafar (istri ke-9; menikah 1966).

Sakit hingga meninggal
Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah mengalami pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung Karno.
Peninggalan

Pada tanggal 19 Juni 2008, Pemerintah Kuba menerbitkan perangko yang bergambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan "kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba".
Penamaan
Nama lengkap Soekarno ketika lahir adalah Kusno Sosrodihardjo. Ketika masih kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa; oleh orang tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.
Sebutan akrab untuk Ir. Soekarno adalah Bung Karno.

Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji.

Dan dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.