Powered By Blogger

Saturday 31 December 2011

Ternyata Benar Benua Atlantis Itu Indonesia

Sebelumnya saya pernah menceritakan perdaban atlantis disini, dan sekarang saya mau melengkapinya kembali dengan posting sekarang, silahkan disimak deh... Prof. Arysio Nunes Dos Santos menerbitkan buku yang menggemparkan : “Atlantis The Lost Continents Finally Found”. Dimana ditemukannya ? Secara tegas dinyatakannya bahwa lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu itu adalah di Indonesia (?!). Selama ini, benua yang diceritakan Plato 2.500 tahun yang lalu itu adalah benua yang dihuni oleh bangsa Atlantis yang memiliki peradaban yang sangat tinggi dengan alamnya yang sangat kaya, yang kemudian hilang tenggelam ke dasar laut oleh bencana banjir dan gempa bumi sebagai hukuman dari yang Kuasa. Kisah Atlantis ini dibahas dari masa ke masa, dan upaya penelusuran terus pula dilakukan guna menemukan sisa-sisa peradaban tinggi yang telah dicapai oleh bangsa Atlantis itu.

Pencarian dilakukan di Samudera Atlantik, Laut Tengah, Karibia, sampai ke kutub Utara. Pencarian ini sama sekali tidak ada hasilnya, sehingga sebagian orang beranggapan bahwa yang diceritakan Plato itu hanyalah negeri dongeng semata. Profesor Santos yang ahli Fisika Nuklir ini menyatakan bahwa Atlantis tidak pernah ditemukan karena dicari di tempat yang salah. Lokasi yang benar secara menyakinkan adalah Indonesia, katanya..

Prof. Santos mengatakan bahwa dia sudah meneliti kemungkinan lokasi Atlantis selama 29 tahun terakhir ini. Ilmu yang digunakan Santos dalam menelusur lokasi Atlantis ini adalah ilmu Geologi, Astronomi, Paleontologi, Archeologi, Linguistik, Ethnologi, dan Comparative Mythology. Buku Santos sewaktu ditanyakan ke ‘Amazon.com’ seminggu yang lalu ternyata habis tidak bersisa. Bukunya ini terlink ke 400 buah sites di Internet, dan websitenya sendiri menurut Santos selama ini telah dikunjungi sebanyak 2.500.000 visitors. Ini adalah iklan gratis untuk mengenalkan Indonesia secara efektif ke dunia luar, yang tidak memerlukan dana 1 sen pun dari Pemerintah RI.

Plato pernah menulis tentang Atlantis pada masa dimana Yunani masih menjadi pusat kebudayaan Dunia Barat (Western World). Sampai saat ini belum dapat dideteksi apakah sang ahli falsafah ini hanya menceritakan sebuah mitos, moral fable, science fiction, ataukah sebenarnya dia menceritakan sebuah kisah sejarah. Ataukah pula dia menjelaskan sebuah fakta secara jujur bahwa Atlantis adalah sebuah realitas absolut ?
Plato bercerita bahwa Atlantis adalah sebuah negara makmur dengan emas, batuan mulia, dan ‘mother of all civilazation’ dengan kerajaan berukuran benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu metalurgi, memiliki jaringan irigasi, dengan kehidupan berkesenian, tarian, teater, musik, dan olahraga.

Warga Atlantis yang semula merupakan orang-orang terhormat dan kaya, kemudian berubah menjadi ambisius. Yang kuasa kemudian menghukum mereka dengan mendatangkan banjir, letusan gunung berapi, dan gempa bumi yang sedemikian dahsyatnya sehingga menenggelamkan seluruh benua itu.

Kisah-kisah sejenis atau mirip kisah Atlantis ini yang berakhir dengan bencana banjir dan gempa bumi, ternyata juga ditemui dalam kisah-kisah sakral tradisional di berbagai bagian dunia, yang diceritakan dalam bahasa setempat. Menurut Santos, ukuran waktu yang diberikan Plato 11.600 tahun BP (Before Present), secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan gempa yang sangat hebat.
Bencana ini menyebabkan punahnya 70% dari species mamalia yang hidup saat itu, termasuk kemungkinan juga dua species manusia : Neandertal dan Cro-Magnon.
Sebelum terjadinya bencana banjir itu, pulau Sumatera, pulau Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara masih menyatu dengan semenanjung Malaysia dan benua Asia.

Posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonis yang saling menekan, yang menimbulkan sederetan gunung berapi mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan terus ke Utara sampai ke Filipina yang merupakan bagian dari ‘Ring of Fire’.

Gunung utama yang disebutkan oleh Santos, yang memegang peranan penting dalam bencana ini adalah Gunung Krakatau dan ‘sebuah gunung lain’ (kemungkinan Gunung Toba). Gunung lain yang disebut-sebut (dalam kaitannya dengan kisah-kisah mytologi adalah Gunung Semeru, Gunung Agung, dan Gunung Rinjani.

Bencana alam beruntun ini menurut Santos dimulai dengan ledakan dahsyat gunung Krakatau, yang memusnahkan seluruh gunung itu sendiri, dan membentuk sebuah kaldera besar yaitu selat Sunda yang jadinya memisahkan pulau Sumatera dan Jawa.
Letusan ini menimbulkan tsunami dengan gelombang laut yang sangat tinggi, yang kemudian menutupi dataran-dataran rendah diantara Sumatera dengan Semenanjung Malaysia, diantara Jawa dan Kalimantan, dan antara Sumatera dan Kalimantan. Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa ‘fly-ash’ naik tinggi ke udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang pada masa itu sebagian besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene) .
Abu ini kemudian turun dan menutupi lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai akibat panas matahari yang diserap oleh lapisan abu tersebut.
Gletser di kutub Utara dan Eropah kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang rendah, termasuk Indonesia. Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang menyebabkan air laut naik sekitar 130 meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal adalah dataran tinggi dan puncak-puncak gunung berapi.

Tekanan air yang besar ini menimbulkan tarikan dan tekanan yang hebat pada lempeng-lempeng benua, yang selanjutnya menimbulkan letusan-letusan gunung berapi selanjutnya dan gempa bumi yang dahsyat. Akibatnya adalah berakhirnya Zaman Es Pleitocene secara dramatis.
Dalam bukunya Plato menyebutkan bahwa Atlantis adalah negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu. Padahal zaman pada waktu itu adalah Zaman Es, dimana temperatur bumi secara menyeluruh adalah kira-kira 15 derajat Celcius lebih dingin dari sekarang.

Lokasi yang bermandi sinar matahari pada waktu itu hanyalah Indonesia yang memang terletak di katulistiwa.


Plato juga menyebutkan bahwa luas benua Atlantis yang hilang itu “….lebih besar dari Lybia (Afrika Utara) dan Asia Kecil digabung jadi satu…”. Luas ini persis sama dengan luas kawasan Indonesia ditambah dengan luas Laut China Selatan.

Menurut Profesor Santos, para ahli yang umumnya berasal dari Barat, berkeyakinan teguh bahwa peradaban manusia berasal dari dunia mereka. Tapi realitas menunjukkan bahwa Atlantis berada di bawah perairan Indonesia dan bukan di tempat lain.
Walau dikisahkan dalam bahasa mereka masing-masing, ternyata istilah-istilah yang digunakan banyak yang merujuk ke hal atau kejadian yang sama.
Santos menyimpulkan bahwa penduduk Atlantis terdiri dari beberapa suku/etnis, dimana 2 buah suku terbesar adalah Aryan dan Dravidas.

Semua suku bangsa ini sebelumya berasal dari Afrika 3 juta tahun yang lalu, yang kemudian menyebar ke seluruh Eurasia dan ke Timur sampai Auatralia lebih kurang 1 juta tahun yang lalu. Di Indonesia mereka menemukan kondisi alam yang ideal untuk berkembang, yang menumbuhkan pengetahuan tentang pertanian serta peradaban secara menyeluruh. Ini terjadi pada zaman Pleistocene.

Pada Zaman Es itu, Atlantis adalah surga tropis dengan padang-padang yang indah, gunung, batu-batu mulia, metal berbagai jenis, parfum, sungai, danau, saluran irigasi, pertanian yang sangat produktif, istana emas dengan dinding-dinding perak, gajah, dan bermacam hewan liar lainnya. Menurut Santos, hanya Indonesialah yang sekaya ini (!). Ketika bencana yang diceritakan diatas terjadi, dimana air laut naik setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa keluar dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, dan Amerika.

Suku Aryan yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. . Karena glacier Himalaya juga mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus, mereka bermigrasi lebih lanjut ke Mesir, Mesopotamia, Palestin, Afrika Utara, dan Asia Utara.
Di tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.

Catatan terbaik dari tenggelamnya benua Atlantis ini dicatat di India melalui tradisi-tradisi cuci di daerah seperti Lanka, Kumari Kandan, Tripura, dan lain-lain. Mereka adalah pewaris dari budaya yang tenggelam tersebut.

Suku Dravidas yang berkulit lebih gelap tetap tinggal di Indonesia. Migrasi besar-besaran ini dapat menjelaskan timbulnya secara tiba-tiba atau seketika teknologi maju seperti pertanian, pengolahan batu mulia, metalurgi, agama, dan diatas semuanya adalah bahasa dan abjad di seluruh dunia selama masa yang disebut Neolithic Revolution.
Bahasa-bahasa dapat ditelusur berasal dari Sansekerta dan Dravida. Karenanya bahasa-bahasa di dunia sangat maju dipandang dari gramatika dan semantik. Contohnya adalah abjad. Semua abjad menunjukkan adanya “sidik jari” dari India yang pada masa itu merupakan bagian yang integral dari Indonesia.

Dari Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian berkembang menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lain-lain. Budaya-budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip. Nama Atlantis diberbagai suku bangsa disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala, Thule, Tollan, Aztlan, Tluloc, dan lain-lain.

Itulah ringkasan teori Profesor Santos yang ingin membuktikan bahwa benua atlantis yang hilang itu sebenarnya berada di Indonesia. Bukti-bukti yang menguatkan Indonesia sebagai Atlantis, dibandingkan dengan lokasi alternative lainnya disimpulkan Profesor Santos dalam suatu matrix yang disebutnya sebagai ‘Checklist’.

Terlepas dari benar atau tidaknya teori ini, atau dapat dibuktikannya atau tidak kelak keberadaan Atlantis di bawah laut di Indonesia, teori Profesor Santos ini sampai saat ini ternyata mampu menarik perhatian orang-orang luar ke Indonesia. Teori ini juga disusun dengan argumentasi atau hujjah yang cukup jelas.

Kalau ada yang beranggapan bahwa kualitas bangsa Indonesia sekarang sama sekali “tidak meyakinkan” untuk dapat dikatakan sebagai nenek moyang dari bangsa-bangsa maju yang diturunkannya itu, maka ini adalah suatu proses maju atau mundurnya peradaban yang memakan waktu lebih dari sepuluh ribu tahun. Contoh kecilnya, ya perbandingan yang sangat populer tentang orang Malaysia dan Indonesia; dimana 30 tahunan yang lalu mereka masih belajar dari kita, dan sekarang mereka relatif berada di depan kita.

Allah SWT juga berfirman bahwa nasib manusia ini memang dipergilirkan. Yang mulia suatu saat akan menjadi hina, dan sebaliknya. Profesor Santos akan terus melakukan penelitian lapangan lebih lanjut guna membuktikan teorinya. Kemajuan teknologi masa kini seperti satelit yang mampu memetakan dasar lautan, kapal selam mini untuk penelitian (sebagaimana yang digunakan untuk menemukan kapal ‘Titanic’), dan beragam peralatan canggih lainnya diharapkannya akan mampu membantu mencari bukti-bukti pendukung yang kini diduga masih tersembunyi di dasar laut di Indonesia.

Apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan bangsa Indonesia ? Bagaimana pula pakar Indonesia dari berbagai disiplin keilmuan menanggapi teori yang sebenarnya “mengangkat” Indonesia ke posisi sangat terhormat : sebagai asal usul peradaban bangsa-bangsa seluruh dunia ini ?

Coba kita renungkan penyebab Atlantis dulu dihancurkan : penduduk cerdas terhormat yang berubah menjadi ambisius serta berbagai kelakuan buruk lainnya (mungkin ‘korupsi’ salah satunya). Nah, salah-salah Indonesia sang “mantan Atlantis” ini bakal kena hukuman lagi nanti kalau tidak mau berubah seperti yang ditampakkan bangsa ini secara terang-terangan sekarang ini.

Demikian kutipan dari Catatan Bang Ferdy Dailami Firdaus tentang Teori Santos secara ringkas. Bagi yang berminat untuk membaca lebih jelas, dapat langsung ke website Profesor Arysio Nunes Dos Santos – Atlantis The Lost Continent Finally Found http://www.atlan.org/ (badruttamamgaffas.blogspot.com)

MIG-21 Fishbed : Pencegat Terpopuler Sejagad

MIG-21 TNI-AU (Foto : Haryo Adjie)
MIG-21 Skadron 14 TNI-AU (Foto : Haryo Adjie)
Tahun 1962, Indonesia tengah bersitegang dengan Belanda soal Irian Barat. Indonesia mengklaim wilayah itu merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara Belanda berpendapat lain, dan tetap menduduki Irian Barat, yang kini dikenal sebagai Propinsi Papua. Dan tampaknya, perselisihan itu akan diselesaikan lewat jalur perang.
Maka Presiden Soekarno, memerintahkan mempersiapkan Operasi Trikora, nama untuk operasi militer dalam rangka pembebasan Irian Barat. Segala sarana tempur dan kekuatan militer mulai digeser ke kawasan Timur, dengan basisnya di Makassar. Meski sempat terjadi bentrokan-bentrokan kecil antara kedua kekuatan militer yang sedang berhadapan itu –termasuk gugurnya Komodor Laut Yos Soedarso di Laut Aru—tapi perang besarnya sendiri tak pernah terjadi. Konflik itu selesai lewat jalur diplomatik, ketika PBB menekan Belanda untuk menyerahkan Irian Barat ke pangkuan Indonesia. Belanda menurut.

Air intake MIG-21
Air Intake MIG-21 (Foto : Haryo Adjie)
Melunaknya sikap Belanda, yang notabene masih merasa superior kepada bekas negeri jajahannya, bukan tanpa sebab. Ketika kedua negara bersitegang, pesawat pengintai milik angkatan udara Amerika Lockheed-U2s yang berpangkalan di Taiwan, beberapa kali wara-wiri di atas angkasa Indonesia. Apalagi tujuannya kalau bukan mengintip kekuatan militer Indonesia, yang ketika itu sedang berbulan muda dengan Uni Soviet.
Hasil pengintaian itu membuat cemas Amerika, yang segera mengabarkan sekutunya itu. Mereka menyarankan Belanda agar “kabur” saja dari Irian Barat, ketimbang babak belur dihajar angkatan perang Indonesia. Itu juga yang mendorong PBB ikut menekan Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Belanda yang “tahu diri” segera angkat kaki dari Bumi Cendrawasih pada 1963.
Tampilan samping MIG-21, tampak rudal AA-2 Atol (Foto : Haryo Adjie)
Tampilan samping MIG-21, tampak rudal AA-2 Atol (Foto : Haryo Adjie)
Maklum jika Belanda jiper. Berkat kedekatan dengan Uni Soviet, Indonesia menjadi negara yang memiliki kekuatan udara paling kuat di Asia. Negeri Komunis itu bermurah hati dengan mengirimkan pesawat-pesawat perang paling modern pada era itu. Di antaranya adalah pembom TU-16, yang mampu menggendong misil udara ke darat AS-1 Kennel, yang punya jangkauan jauh serta daya hancur yang dahsyat. Di antara jejeran jet tempur, ada MIG 21 yang punya nickname versi NATO Fishbed. Inilah jet tempur jenis pencegat yang paling modern di dunia pada saat itu.
Sementara Belanda, masih mengandalkan pesawat sisa perang dunia kedua semacam P51 Mustang, serta jet-jet tempur semacam Vampire, Hawker Hunter, yang jauh kalah kelas dengan Fishbed. Makanya, Belanda memilih amit mundur ketimbang hancur lebur. Walaupun itu menyebabkan skadron Fishbed milik AURI tak sempat unjuk digdaya di langit Irian.
Gabungan Fighter dan Interceptor
MIG 21 dibuat oleh pabrikan Mikoyan Gurevich. Diciptakan untuk memenuhi permintaan angkatan udara Soviet akan sebuah pesawat tempur pencegat (interceptor) yang mampu terbang supersonic. Prototipe yang diberi kode E5, dengan rancang sayap ayun, berhasil terbang pada tahun 1955. Selanjutnya, prototipe pertama yang bersayap delta, YE4, berhasil mengudara setahun berikutnya. MIG 21 memasuki produksi massal pada tahun 1959. Indonesia mulai menerimanya pada tahun 1960.
Visual Kokpit MIG-21
Visual Kokpit MIG-21
NATO menjuluki jet tempur ini dengan sebutan “Fishbed”. Sementara Soviet sendiri, menjuluki jet andalannya ini dengan nama “Balalaika”. Nama itu diambil dari nama sejenis alat musik tradisional Rusia, yang bentuknya mirip dengan bentuk badan (fuselage) MIG 21. Julukan lainnya adalah olowek, yang artinya pensil. Pesawat ini memang ramping, bagian fuselage paling lebar cuma 1,24 meter.
Rancangan sayap delta merupakan hasil penggabungan karakteristik sebagai pesawat penempur (fighter) dan pencegat (interceptor). Tapi sejatinya, MIG 21 dirancang sebagai pesawat pencegat, dengan fungsi utama merontokkan armada-armada pesawat serang darat blok barat, seperti F-105 Thunderchief. Fishbed hadir untuk mengungguli F-104 Starfighter buatan Amerika dan Mirage III buatan Perancis.
Kemampuannya memang hebat. Mesin tunggal Tumansky R-11 F300 turbo jet bekerja efisien untuk menghasilkan tenaga dorong sebesar 5740 kgf, dan mengantarkannya menembus kecepatan mach 2,1. Air intake pesawat ini berada di moncong depan, dengan kerucut moncong yang bisa bergerak maju mundur. Fungsinya adalah mengendalikan aliran udara ke mesin untuk menyesuaikan dengan kecepatan terbang. Di sisi kiri kanan moncong, ada kisi-kisi yang berfungsi menambah pasokan udara ke mesin tatkala pesawat hendak take off maupun sedang taxying di darat.
MIG-21 2000 produksi Isreal, vesi MIG-21 paling canggih saat ini. Tampak moncong di air intake dipangkas
MIG-21 2000 produksi Isreal, versi MIG-21 paling canggih saat ini. Tampak moncong di air intake dipangkas
Jet tempur berbobot ringan ini punya kemampuan menanjak yang jempolan. Dengan bahan bakar 50% plus dua rudal udara ke udara, Fishbed mampu menanjak 58 ribu kaki (sekitar 19 ribu meter) per menit. Artinya, kurang dari semenit Fishbed sudah mampu berada di ketinggian pesawat penyusup musuh, dan menghajarnya dengan rudal Vympel K-13, rudal udara ke udara yang bekerja dengan mencari jejak panas pancaran jet lawan. Di kalangan barat dikenal dengan sebutan AA-22 Atol. Fishbed juga dibekali dengan dua kanon NR-30 kaliber 30 mm. Serta mampu mengangkut dua bom masing-masing seberat 500 kg. Pylon di fuselage juga bisa dicanteli tangki bahan bakar cadangan berkapasitas 450 liter.
Bagaimanapun, versi pertama MIG 21 ternyata mencatat banyak kelemahan. Rudal Vympelnya ternyata tidak begitu sukses ketika dipakai bertempur. Sementara jendela bidik (gyro gunsight) acapkali mati saat dipakai dalam manuver tinggi. Ini membuat MIG 21 yang digadang-gadang sebagai pesawat pencegat jempolan, menjadi jet tempur yang tidak efektif.
Kokpit modern MIG-2000
Kokpit modern MIG 21-2000
Namun kekurangan itu segera diperbaiki pada versi-versi berikutnya. Hanya saja, perbaikan itu tetap tak bisa menutupi kelemahan pada beberapa aspek. Jarak jangkau misalnya, sebagai interceptor MIG 21 hanya punya jarak jangkau pendek. Titik keseimbangan pesawat juga bermasalah ketika bahan bakar sudah terpakai dua pertiga, di mana center of gravitynya bergeser ke belakang. Ini menyebabkan pesawat jadi sulit dikendalikan. Karena itu, endurance optimal pesawat ini hanya 45 menit saja. Sayap deltanya memang sangat membantu dalam kecepatan menanjak, namun menjadi bumerang ketika pesawat ini melakukan belokan-belokan tajam karena kecepatannya langsung melorot drastis. Radarnya juga bukan tipe radar dengan jarak jangkau yang jauh.
Persoalan lain adalah rancangan kursi lontar. Maksud hati perancangnya adalah membuat kursi lontar yang aman bagi pilot. Kursi lontar SK-1 dibuat sedemikian rupa sehingga menyatu dengan kanopi. Jadi, ketika pilot menarik tombol eject, kursi dan kanopi masih melekat satu sama lain, yang tujuannya melindungi pilot dari terpaan angin dan pecahan pesawat. Kanopi baru lepas beberapa saat kemudian, dan pilot bisa aman melayang turun dengan parasut. Problemnya adalah ketika pilot melontar pada ketinggian rendah. Rupanya proses lepasnya kanopi terlalu lama, sehingga pilot keburu berdebam ke tanah, tak keburu membuka parasut.
Combat Proven
Toh, dengan segala kelemahan itu, nyatanya MIG 21 tetap menjadi momok menakutkan bagi blok barat. Terutama ketika Fishbed varian MIG-21F berada di tangan pilot-pilot kawakan dari Vietnam’s People Air Force/VPAF (Angkatan Udara Vietnam). Dalam kancah perang Vietnam, Fishbed tampil efektif sebagai jet tempur, dan sukses menghalau serangan udara jet-jet Amerika.
Para penerbang Fishbed Vietnam, biasanya beroperasi dengan bimbingan ground control interceptor (GCI), radar pencegat yang dioperasikan di permukaan, sebagai penutup kelemahan Fishbed akan tak adanya long range radar. GCI inilah yang membimbing kawanan Fishbed menuju sasaran, yang umumnya kelompok jet serang darat F-105. Begitu sasaran ketemu, mereka melakukan aksi hit and run, mengincar target dari belakang, menghajarnya dengan Atol dan siraman canon, lalu bergegas lari pulang.
MIG-21 produksi Cina (F7) dengan arsenal persenjataan
MIG-21 produksi Cina (F7) dengan arsenal persenjataan
Taktik seperti itu sangat efektif dalam menjatuhkan pesawat lawan. Atau paling tidak, memaksa pesawat lawan menjatuhkan bom secara dini (bukan di areal target), agar pesawat bisa bermanuver lebih lincah untuk menghindari sergapan Fishbed. Ditambah lagi dengan taktik konservatif armada udara Amerika, yang cenderung melakukan operasi lewat jalur yang sama, dengan waktu yang sama pula. Sehingga, pilot-pilot Vietnam tahu betul “kebiasaan” itu, dan tahu persis pula, di mana tempat paling enak buat mencegat pesawat lawan.
Kekalahan telak dari pilot-pilot VPAF itulah, yang sebagian dari mereka menunggangi MIG 21F, yang mendorong Amerika mendirikan sekolah pilot pesawat tempur. Salah satu yang terkenal adalah sekolah pilot tempur milik angkatan laut “Navy Top Gun”, yang berlokasi di Miramar, AS. Nguyen Van Coc, salah satu penunggang MIG-21F, sukses menjadi top ace perang Vietnam dengan 9 kills. Seorang pilot MIG-21F VPAF bernama Pham Tuan, bertanggung jawab atas rontoknya pembom berat Amerika, B-52, yang sedang terbang di atas Hanoi, Vietnam, untuk mendukung operasi Linebacker II.
Fishbed juga digunakan secara ekstensif dalam sejumlah konflik yang terjadi di Timur Tengah, yang melibatkan Siria, Mesir dan Israel. MIG-21 Siria berhadapan dengan Mirage IIIC Israel, pertama kali pada April 1967. Kali ini MIG-21 yang keok, dengan ratio kekalahan 6 MIG rontok berbanding nol, alias tak ada Mirage Israel yang tertembak jatuh.
Tapi pada perang Yom Kippur, tepatnya pada pertempuran udara di atas El Mansoura, ceritanya lain. Israel meluncurkan 100 pesawat terdiri dari F-4 Phantom dan A-4 Skyhawks. Mereka dihadang skadron MIG-21 Mesir. Dalam pertempuran udara yang berlangsung kurang dari sejam itu, laporan pasca perang menyebutkan, 17 jet Israel dirontokkan pilot-pilot Mesir. Sementara Mesir, hanya kehilangan 6 MIG. Itupun hanya tiga yang benar-benar ditembak jatuh musuh. Dua lainnya, jatuh gara-gara kehabisan bahan bakar saat hendak pulang ke pangkalan, dan satu lagi, meledak tatkala terbang menembus kepingan jet Israel yang meledak terkena tembakan lawan. Mesinnya menghisap kepingan jet Israel.
Angkatan udara India, yang tercatat sebagai pengguna terbesar MIG-21, juga pernah menerjunkan Fishbed dalam sejumlah kancah. DI antaranya pada perang Indo-Pakistani pada 1971, di mana MIG-21 India berhasil merontokkan F-104 Starfighter milik Pakistan. India masih menerjunkan Fishbed pada perang Kargil di tahun 1999, yang mana dalam perang singkat itu, dilaporkan satu Fishbed hancur terkena misil darat ke udara Pakistan. Tahun itu juga dilaporkan, MIG-21 India menembak jatuh pesawat pengintai Breguet Atlantique milik Angkatan Laut Pakistan.
Di kancah Afrika, MIG-21 terlibat dalam perang antara Ethiopia dan Somalia. Dalam perang tersebut, sejumlah MIG-21 milik Somalia berhasil dirontokkan F-5Es Tiger Ethiopia yang disuplai Amerika, tanpa kehilangan satu pesawatpun. Ironisnya, Ethiopia juga menerima varian MIG-21s Bis dari Kuba. Dalam simulasi dogfight, F-5Es yang dikemudikan pilot Ethiopia, berhasil menang telak atas MIG-21 Bis yang diterbangkan pilot top Kuba.
Pencatat Rekor
Sampai saat ini MIG-21 tercatat sebagai jet tempur supersonic yang paling banyak diproduksi. Total jumlahnya mencapai 10.152 unit, itu untuk yang diproduksi di Soviet saja. Belum termasuk yang diproduksi di India dan Cina. Kedua negara itu mendapat lisensi pembuatan Fishbed, karena menjadi pengguna terbesar. Di Soviet, Fishbed dirakit di tiga pabrik, GAZ 30 berlokasi di Moskow untuk produksi tipe kursi tunggal untuk keperluan ekspor, GAZ 21 di Gorky untuk produksi single seater untuk pesanan angkatan udara Soviet, dan GAZ 31 di Tbilisi yang memproduksi tipe kursi ganda untuk ekspor dan pesanan dalam negeri.
Catatan rekor lain adalah pesawat tempur yang paling banyak diproduksi sejak Perang Korea. Serta pesawat yang periode produksinya paling lama. Sejumlah varian juga pernah dirancang untuk memecahkan rekor penerbangan. Di antaranya adalah varian YE-66, yang dirancang untuk memecahkan rekor kecepatan terbang. Lalu varian YE-66A dirancang untuk memecahkan rekor ketinggian. Sementara YE-66B dirancang untuk memantapkan rekor waktu tercepat mencapai ketinggian untuk wanita. Varian YE-76 dibuat untuk memantapkan rekor kecepatan bagi wanita.
MIG-21 versi Latih dengan dua kursi, milik AU India
MIG-21 versi Latih dengan dua kursi, milik AU India
Fishbed juga masih digunakan banyak negara hingga kini. Paling tidak ada 22 negara yang masih mengoperasikan MIG-21, tentu dengan varian yang sudah di-up grade. Di antaranya, Vietnam yang punya 124 unit, Korea Utara dengan 150 unit, India dengan 428 unit. Indonesia termasuk di antara 30 negara yang pernah mengoperasikan MIG-21. Kini, sisa kejayaan AURI itu menjadi monumen di depan Museum Satria Mandala Jakarta, dan menjadi salah satu koleksi di Museum Dirgantara Adi Soetjipto, Jogjakarta. Tampang sangarnya masih juga menggetarkan. (Aulia Hs)
Spesifikasi Teknis
• Awak : Satu orang
• Panjang : 15.76 m including probe (51 ft 8 in)
• Bentang sayap : 7.15 m (23 ft 5 in)
• Tinggi : 4.12 m (13 ft 6 in)
• Wing area : 23 m² (247.5 ft²)
• Berat kosong : 5,350 kg (11,800 lb)
• Berat dengan beban: 8,726 kg (19,200 lb)
• Max takeoff weight: 9,660 kg (21,300 lb)
• Mesin : R-11 F300 afterburning turbojet, 53 kN
Performance
• Maximum speed: 2230 km/h (1385 mph) (Mach 2.1)
• Janbgkauan : 1160 km
• Ferry range : 1800 km with three external fuel tanks ()
• Service ceiling : 62,300 ft
• Rate of climb : 225 m/s (23,600 ft/min but with 50 per cent fuel and two AA-2 “Atoll” missiles, the MiG-21 can reach 58,000 feet [17,600 meters] in one minute which results in 293 m/s average at different altitudes, under favorable weather circumstances)
• Wing loading: 379 kg/m² (77.8 lb/ft²)
• Thrust/weight: 1.02 at max. takeoff weight, 1.13 at loaded weight with max. afterburner
Armament
MiG-21MF armed with R-3 (AA-2) air-to-air missile and UB-16 launcher for S-5 rockets.

KRI Irian : Monster Laut Kebanggaan Indonesia

KRI Irian
KRI Irian
Sebagai bangsa maritim, sudah seyogyanya kita memiliki angkatan laut yang mumpuni. Tidak hanya bicara soal kualitas dan kuantitas persenjataan, tapi sudah sepatutnya kita mempunyai arsenal persenjataan yang bisa menggetarkan nyali lawan. Hal inilah yang dahulu begitu dibanggakan bangsa Indonesia di era tahun-60an. Selain punya armada angkatan udara yang terkuat se Asia Tenggara, Angkatan Laut (TNI-AL) dikala itu memiliki kapal perang tipe penjelajah ringan buatan Uni Soviet.
Hingga kini pun belum ada satu negara di Asia Tenggara yang pernah memiliki kapal penjelajah selain Indonesia. Kapal penjelajah legendaris itu adalah KRI Irian, yang sengaja didatangkan pemerintah Indonesia dalam rangka pembebasan Irian Barat (Papua). Berikut petikan profil KRI Irian yang diperolah dari sumber wikipedia.org.
Merian kaliber 6 inchi, total ada 12 meriam dengan 4 turret
Merian kaliber 6 inchi, total ada 12 meriam dengan 4 turret
KRI Irian adalah Kapal penjelajah kelas Sverdlov dengan kode penamaan soviet Project 68-bis. Kapal jenis ini adalah Kapal Penjelajah konvensional terakhir yang dibuat untuk AL Soviet, 13 kapal diselesaikan sebelum Nikita Khrushchev menghentikan program ini karena kapal jenis ini dianggap kuno dengan munculnya rudal (peluru kendali). Kapal ini adalah versi pengembangan dari Penjelajah Kelas Chapayev.
Kapal ini dibuat di Admiralty Yard, Leningrad.Peletakan lunas pertama dilakukan pada tanggal 9 Oktober 1949, kapal diluncurkan pada tanggal 17 September 1950, dan pertamakali kapal dioperasikan pada tanggal 30 Juni 1952
Pada 11 Januari 1961 Pemerintah Soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Central Design Bureau #17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya ideal beroperasi di daerah tropis. Modernisasi skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini bisa beroperasi pada suhu +40°C, kelembapan 95%, dan temperatur air +30°C.
Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia yang kemudian mengunjungi kota Baltiisk menyatakan bahwa mereka tidak sanggup untuk menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan.
Dalam observasi teleskop
Dalam observasi teleskop
Pada 14 Februari 1961 Kapal ini tiba di Sevastopol dan pada 5 April 1962 kapal ini memulai ujicoba lautnya. Pada saat itu Kru Indonesia untuk kapal ini sudah terbentuk dan ada di atas kapal. Mekanik kapal ini Bapak Yatijan, di kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI. Begitu juga banyak dari pelaut yang lain, di kemudian hari banyak yang mampu menduduki posisi penting.
Datang ke Surabaya pada 5 Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari kedinasan AL Soviet pada 24 Januari 1963. Tidak pernah Uni Soviet menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error / coba-coba. Pada November 1962 tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hirolis saat naik ke permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak. Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara optimal. Di lain pihak kehadiran kapal ini membuat AL Belanda secara drastis mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat.
Kapal penjelajah sejenis KRI Irian, milik AL Rusia
Kapal penjelajah sejenis KRI Irian, milik AL Rusia
Pada 1964 Kapal Penjelajah ini sudah benar-benar kehilangan efisiensi operasionalnya dan diputuskan untuk mengirim KRI Irian ke Vladivostok untuk perbaikan. Pada Maret 1964 KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut melihat kondisi kapal dan banyaknya perbaikan kecil yang seharusnya sudah dilakukan oleh para awak kapal ternyata tidak dilakukan. Mereka juga tertarik dengan sedikit modifikasi yang dilakukan ALRI yaitu mengubah ruang pakaian menjadi ruang ibadah (sesuatu yang tidak mungkin terjadi di negara komunis).
Setelah perbaikan selesai pada Agustus 1964 kapal menuju Surabaya dengan dikawal Destroyer AL Soviet. Setahun kemudian (1965) terjadi pergantian pemerintahan. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Sukarno. Kapal ini dibiarkan terbengkelai di Surabaya, bahkan terkadang digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto.
Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian setelah peristiwa G30S.
Versi pertama menyebutkan bahwa pada tahun 1970, KRI Irian sudah sedemikian parah terbengkalai hingga mulai terisi air. Tidak ada orang yang peduli untuk menyelamatkan Kapal Penjelajah ini. Sehingga pada masa Laksamana Sudomo menjabat sebagai KSAL maka KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan pada tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.
Sebagian kini ditenggelamkan untuk biota laut
Sebagian kini ditenggelamkan untuk biota laut
Versi kedua, menurut Hendro Subroto, kapal perang yang dibuat hanya empat buah ini di jual ke Jepang setelah persenjataannya dipreteli. “Padahal di Tanjung Priok masih terdapat dua gudang suku cadang. Tapi karena perawatan sebelumnya di tangani orang Rusia, selepas Gestapu, kita tidak punya teknisi lagi,” menurut Hendro.
Lapisan baja Pelindung
Dalam satuan mm:
* Sabuk lapis baja utama : 100 mm
* Buritan : 32 mm
* Dek : 50 mm
* Rumah Dek : 130 mm
* Tempurung meriam utama : 175 mm
Peralatan Elektronik
* Radar:
o Radar Pencari udara Gyus-2
o Radar pencari permukaan laut Ryf
o Radar navigasi Neptun
* Sonar:
o Tamir-5N dipasang di hull
* Lain-lain:
o Machta ECM (electronic Counter Measures)
Senjata artileri KRI Irian
Senjata utama dari KRI Irian adalah buah 4 turret, dimana setiap turret berisi 3 meriam berukuran 6 inchi. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inchi di geladaknya.[2]
Pemandanagn lain dari RI Irian.
* 10 Tabung Torpedo anti-Kapal selam kaliber 533 mm
* 12 Buah Kanon tipe 57 cal B-38 Kaliber 15.2 cm (6 depan, 6 Belakang)
* 12 Buah Kanon ganda tipe 56 cal Model 1934 6 (twin) SM-5-1 mounts Kaliber 10 cm
* 32 Buah Kanon multi fungsi kaliber 3,7 cm
* 4 Buah triple gun Mk5-bis turrets kaliber 20 mm (untuk keperluan anti-Serangan udara)
Tenaga penggerak
Sebagai tenaga penggerak, KRI Irian mengandalkan 2 buah turbin uap TB-72 yang mendapat pasokan uap dari 6 buah Pendidih KV-68 dan disalurkan melalui 2 buah shaft.
Tenaga total yang tersedia adalah sekitar 110.000 hp sampai 122.000 hp pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal 13.600 ton ini mencapai kecepatan maksimum 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimum yang bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot.[2]
Jumlah awak kapal
Kapal ini dapat memuat 1.270 awak kapal, termasuk 60 orang perwira, 75 perwira pengawas, 154 perwira pertama.

Thursday 8 December 2011

Mudy Taylor - Stand up Comedy Show Metro TV 3 Nov 2011

Mongol - Stand up Show Metro TV 3 Nov 2011

[preview] catatan pemimpin Produksi ke-21 Bengkel Sastra UNJ di Universi...

Dwi Suprabowo - Ke Manakah Para Penyair Indonesia


Korupsi di Indonesia sudah 'membudaya' sejak dulu, sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh panggang dari api.

Sejarawan di Indonesia umumnya kurang tertarik memfokuskan kajiannya pada sejarah ekonomi, khususnya seputar korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan yang dilakukan oleh para bangsawan kerajaan, kesultanan, pegawai Belanda (Amtenaren dan Binenland Bestuur) maupun pemerintah Hindia Belanda sendiri. Sejarawan lebih tertarik pada pengkajian sejarah politik dan sosial, padahal dampak yang ditimbulkan dari aspek sejarah ekonomi itu, khususnya dalam "budaya korupsi" yang sudah mendarah daging mampu mempengaruhi bahkan merubah peta perpolitikan, baik dalam skala lokal yaitu lingkup kerajaan yang bersangkutan maupun skala besar yaitu sistem dan pola pemerintahan di Nusantara ini. Sistem dan pola itu dengan kuat mengajarkan "perilaku curang, culas, uncivilian, amoral, oportunis dan lain-lain" dan banyak menimbulkan tragedi yang teramat dahsyat.
 

Era Sebelum Indonesia Merdeka


Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh "budaya-tradisi korupsi" yang tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Kita dapat menyirnak bagaimana tradisi korupsi berjalin berkelin dan dengan perebutan kekusaan di Kerajaan Singosari (sampai tujuh keturunan saling membalas dendam berebut kekusaan: Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa Wongateleng dan seterusnya), Majapahit (pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan lain-lain), Demak (Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang), Banten (Sultan Haji merebut tahta dari ayahnya, Sultan Ageng Tirtoyoso), perlawanan rakyat terhadap Belanda dan seterusnya sampai terjadfnya beberapa kali peralihan kekuasaan di Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan di Indonesia.

Umumnya para Sejarawan Indonesia belum mengkaji sebab ekonomi mengapa mereka saling berebut kekuasaan. Secara politik memang telah lebih luas dibahas, namun motif ekonomi - memperkaya pribadi dan keluarga diantara kaum bangsawan - belum nampak di permukaan "Wajah Sejarah Indonesia".

Sebenarnya kehancuran kerajaan-kerajaan besar (Sriwijaya, Majapahit dan Mataram) adalah karena perilaku korup dari sebagian besar para bangsawannya. Sriwijaya diketahui berakhir karena tidak adanya pengganti atau penerus kerajaan sepeninggal Bala-putra Dewa. Majapahit diketahui hancur karena adanya perang saudara (perang paregreg) sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Sedangkan Mataram lemah dan semakin tidak punya gigi karena dipecah belah dan dipreteli gigi taringnya oleh Belanda.

Pada tahun 1755 dengan Perjanjian Giyanti, VOC rnemecah Mataram menjadi dua kekuasaan yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kemudian tahun 1757/1758 VOC memecah Kasunanan Surakarta menjadi dua daerah kekuasaan yaitu Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran. Baru pada beberapa tahun kemudian Kasultanan Yogyakarta juga dibagi dua menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman.

Benar bahwa penyebab pecah dan lemahnya Mataram lebih dikenal karena faktor intervensi dari luar, yaitu campur tangan VOC di lingkungan Kerajaan Mataram. Namun apakah sudah adayang meneliti bahwa penyebab utama mudahnya bangsa asing (Belanda) mampu menjajah Indonesia sekitar 350 tahun (versi Sejarah Nasional?), lebih karena perilaku elit bangsawan yang korup, lebih suka memperkaya pribadi dan keluarga, kurang mengutamakan aspek pendidikan moral, kurang memperhatikan "character building", mengabaikan hukum apalagi demokrasi Terlebih lagi sebagian besar penduduk di Nusantara tergolong miskin, mudah dihasut provokasi atau mudah termakan isu dan yang lebih parah mudah diadu domba.

Belanda memahami betul akar "budaya korup" yang tumbuh subur pada bangsa Indonesia, maka melalui politik "Devide et Impera" mereka dengan mudah menaklukkan Nusantara! Namun, bagaimanapun juga Sejarah Nusantara dengan adanya intervensi dan penetrasi Barat, rupanya tidak jauh lebih parah dan penuh tindak kecurangan, perebutan kekuasaan yang tiada berakhir, serta "berintegrasi' seperti sekarang. Gelaja korupsi dan penyimpangan kekusaan pada waktu itu masih didominasi oleh kalangan bangsawan, sultan dan raja, sedangkan rakyat kecil nyaris "belum mengenal" atau belum memahaminya.

Perilaku "korup" bukan hanya didominasi oleh masyarakat Nusantara saja, rupanya orang-orang Portugis, Spanyol dan Belanda pun gemar "mengkorup" harta-harta Korpsnya, institusi atau pemerintahannya. Kita pun tahu kalau penyebab hancur dan runtuhnya VOC juga karena korupsi. Lebih dari 200 orang pengumpul Liverantie dan Contingenten di Batavia kedapatan korup dan dipulangkan ke negeri Belanda. Lebih dari ratusan bahkan kalau diperkirakan termasuk yang belum diketahui oleh pimpinan Belanda hampir mencapai ribuan orang Belanda juga gemar korup.

Dalam buku History of Java karya Thomas Stanford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris yang memerintah Pulau Jawa tahun 1811-1816), terbit pertama tahun 1816 mendapat sambutan yang "luar biasa" baik di kalangan bangsawan lokal atau pribumi Jawa maupun bangsa Barat. Buku tersebut sangat luas memaparkan aspek budaya meliputi situasi geografi, nama-nama daerah, pelabuhan, gunung, sungai, danau, iklim, kandungan mineral, flora dan fauna, karakter dan komposisi penduduk, pengaruh budaya asing dan lain-lain.

Hal menarik dalam buku itu adalah pembahasan seputar karakter penduduk Jawa. Penduduk Jawa digambarkan sangat "nrimo" atau pasrah terhadap keadaan. Namun, di pihak lain, mempunyai keinginan untuk lebih dihargai oleh orang lain. Tidak terus terang, suka menyembunyikan persoalan, dan termasuk mengambil sesuatu keuntungan atau kesempatan di kala orang lain tidak mengetahui.

Hal rnenarik lainnya adalah adanya bangsawan yang gemar menumpuk harta, memelihara sanak (abdi dalem) yang pada umumnya abdi dalem lebih suka mendapat atau mencari perhatian majikannya. Akibatnya, abdi dalem lebih suka mencari muka atau berperilaku oportunis. Dalam kalangan elit kerajaan, raja lebih suka disanjung, dihorrnati, dihargai dan tidak suka menerima kritik dan saran. Kritik dan saran yang disarnpaikan di muka umum lebih dipandang sebagai tantangan atau perlawanan terhadap kekuasaannya. Oleh karena itu budaya kekuasaan di Nusantara (khususnya Jawa) cenderung otoriter. Daiam aspek ekonomi, raja dan lingkaran kaum bangsawan mendominasi sumber-sumber ekonomi di masyarakat. Rakyat umumnya "dibiarkan" miskin, tertindas, tunduk dan harus menuruti apa kata, kemauan atau kehendak "penguasa".

Budaya yang sangat tertutup dan penuh "keculasan" itu turut menyuburkan "budaya korupsi" di Nusantara. Tidak jarang abdi dalem juga melakukan "korup" dalam mengambil "upeti" (pajak) dari rakyat yang akan diserahkan kepada Demang (Lurah) selanjutnya oleh Demang akan diserahkan kepada Turnenggung. Abdidalem di Katemenggungan setingkat kabupaten atau propinsi juga mengkorup (walaupun sedikit) harta yang akan diserahkan kepada Raja atau Sultan.

Alasan mereka dapat mengkorup, karena satuan hitung belum ada yang standar, di samping rincian barang-barang yang pantas dikenai pajak juga masih kabur. Sebagai contoh, upeti dikenakan untuk hasil-hasil pertanian seperti Kelapa, Padi, dn Kopi. Namun ukuran dan standar upeti di beberapa daerah juga berbeda-beda baik satuan barang, volume dan beratnya, apalagi harganya. Beberapa alasan itulah yang mendorong atau menye-babkan para pengumpul pajak cenderung berperilaku "memaksa" rakyat kecil, di pihak lain menambah "beban" kewajiban rakyat terhadap jenis atau volume komoditi yang harus diserahkan.

Kebiasaan mengambil "upeti" dari rakyat kecil yang dilakukan oleh Raja Jawa ditiru oleh Belanda ketika menguasai Nusantara (1800 - 1942) minus Zaman Inggris (1811 - 1816), Akibat kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sebut saja misalnya perlawanan Diponegoro (1825 -1830), Imam Bonjol (1821 - 1837), Aceh (1873 - 1904) dan lain-lain. Namun, yang lebih menyedihkan lagi yaitu penindasan atas penduduk pribumi (rakyat Indonesia yang terjajah) juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sebut saja misalnya kasus penyelewengan pada pelaksanaan Sistem "Cuituur Stelsel (CS)" yang secara harfiah berarti Sistem Pembudayaan. Walaupun tujuan utama sistem itu adalah membudayakan tanaman produktif di masyarakat agar hasilnya mampu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi kontribusi ke kas Belanda, namun kenyataannya justru sangat memprihatinkan.

Isi peraturan (teori atau bunyi hukumnya) dalam CS sebenarnya sangat "manusiawi" dan sangat "beradab", namun pelaksanaan atau praktiknyalah yang sangat tidak manusiawi, mirip Dwang Stelsel (DS), yang artinya "Sistem Pemaksaan". Itu sebabnya mengapa sebagian besar pengajar, guru atau dosen sejarah di Indonesia mengganti sebutan CS menjadi DS. mengganti ungkapan "Sistem Pembudayaan" menjadi "Tanam Paksa".

Seperti apakah bentuk-bentuk pelang-garan CS tersebut? Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:


1. Penduduk diwajibkan menanam 1/5 dari tanah miliknya dengan tanaman yang laku dijual di pasar internasional (Kopi, Tembakau, Cengkeh, Kina, Tebu dan boleh juga Padi, bukan seperti sebelumnya yang lebih suka ditanam penduduk yaitu pete, jengkol, sayur-sayuran, padi dan lain-lain). Namun praktiknya ada yang dipaksa oleh "Belanda Item" (orang Indonesia yang bekerja untuk Belanda) menjdi 2/5, 4/5 dan ada yang seluruh lahan ditanami dengan tanaman kesukaan Belanda.
2. Tanah yang ditanami tersebut (1/5) tidak dipungut pajak, namun dalam praktiknya penduduk tetap diwajibkan membayar (meskipun yang sering meng-korup belum tentu Belanda)
3. Penduduk yang tidak rnempunyai tanah diwajibkan bekerja di perkebunan atau perusahaan Belanda selama umur padi (3,5 bulan). Namun, praktiknya ada yang sampai 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan bahkan ada yang sampai mati. Jika ada yang tertangkap karena berani melarikan diri maka akan mendapat hukuman cambuk (poenali sanksi).
4. Jika panen gagal akibat bencana alam (banjir, tanah longsor, gempa bumi) maka segala kerugian akan ditanggung pemerintah. Namun praktik di lapangan, penduduk tetap menanggung beban itu yang diperhitungkan pada tahun berikutnya.
5. Jika terjadi kelebihan hasil produksi (over product) dan melebihi kuota, maka kelebihannya akan dikembalikan kepada penduduk. Namun praktiknya dimakan oleh "Belanda Item" atau para pengumpul.
6. Pelaksanaan CS akan diawasi langsung oleh Belanda. Namun pelaksanaannya justru lebih banyak dilakukan oleh "Belanda Item" yang karakternya kadang-kadang jauh lebih kejam, bengis dan tidak
mengenal kornpromi.

Era Pasca Kemerdekaan


Bagaimana sejarah "budaya korupsi" khususnya bisa dijelaskan? Sebenarnya "Budaya korupsi" yang sudah mendarah daging sejak awal sejarah Indonesia dimulai seperti telah diuraikan di muka, rupanya kambuh lagi di Era Pasca Kemerdekaan Indonesia, baik di Era Orde Lama maupun di Era Orde Baru.

Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya adalah masyarakat masih belum melihat kesungguhan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Ibarat penyakit, sebenarnya sudah ditemukan penyebabnya, namun obat mujarab untuk penyembuhan belum bisa ditemukan.

Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi - Paran dan Operasi Budhi - namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya. Paran, singkatan dari Panitia Retooling Aparatur Negara dibentuk berdasarkan Undang-undang Keadaan Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.

Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan mengisi formulir yang disediakan - istilah sekarang : daftar kekayaan pejabat negara. Dalam perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu tidak diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden.

Usaha Paran akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat berlindung di balik Presiden. Di sisi lain, karena pergolakan di daerah-daerah sedang memanas sehingga tugas Paran akhirnya diserahkan kembali kepada pemerintah (Kabinet Juanda).

Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menkohankam/Kasab ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo. Tugas mereka lebih berat, yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan.

Lembaga ini di kemudian hah dikenal dengan istilah "Operasi Budhi". Sasarannya adalah perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan. Misalnya, untuk menghindari pemeriksaan, Dirut Pertamina mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menjalankan tugas ke luar negeri, sementara direksi yang lain menolak diperiksa dengan dalih belum mendapat izin dari atasan.

Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat diselamatkan sebesar kurang lebih Rp 11 miliar, jumlah yang cukup signifikan untuk kurun waktu itu. Karena dianggap mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi Budhi dihentikan. Menurut Soebandrio dalam suatu pertemuan di Bogor, "prestise Presiden harus ditegakkan di atas semua kepentingan yang lain".

Selang beberapa hari kemudian, Soebandrio mengumurnkan pembubaran Paran/Operasi Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi Kotrar (Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi) di mana Presiden Sukarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah kemudian mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu akhirnya mengalami stagnasi.

Era Orde Baru


Pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1967, Pj Presiden Soeharto menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu memberantas korupsi sehingga segala kebijakan ekonomi dan politik berpusat di Istana. Pidato itu memberi isyarat bahwa Soeharto bertekad untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai wujud dari tekad itu tak lama kemudian dibentuklah Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung.

Tahun 1970, terdorong oleh ketidak-seriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan TPK. Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen Kehutanan banyak disorot masyarakat karena dianggap sebagai sarang korupsi. Maraknya gelombang protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya ditanggapi Soeharto dengan membentuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa seperti Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo dan A Tjokroaminoto. Tugas mereka yang utama adalah membersihkan antara lain Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, dan Pertamina. Namun kornite ini hanya "macan ompong" karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi di Pertamina tak direspon pemerintah.

Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Opstib (Operasi Tertib) derigan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat. Tak lama setelah Opstib terbentuk, suatu ketika timbul perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Sudomo dengan Nasution. Hal itu menyangkut pemilihan metode atau cara pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat apabila ingin berhasil dalam memberantas korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga menyarankan kepada Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu, Opstib pun hilang ditiup angin tanpa bekas sama sekali.

Era Reformasi


Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya "korupsi" lebih banyak dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara negara sudah terjangkit "Virus Korupsi" yang sangat ganas. Di era pemerintahan Orde Baru, korupsi sudah membudaya sekali, kebenarannya tidak terbantahkan. Orde Baru yang bertujuan meluruskan dan melakukan koreksi total terhadap ORLA serta melaksanakan Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan konsekwen, namun yang terjadi justru Orde Baru lama-lama rnenjadi Orde Lama juga dan Pancasila maupun UUD 1945 belum pernah diamalkan secara murni, kecuali secara "konkesuen" alias "kelamaan".

Kemudian, Presiden BJ Habibie pernah mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman, Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).

Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo, Namun di tengah semangat menggebu-gebu untuk rnemberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam upaya. pemberantasan KKN.

Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian masyarakat tidak bisa menunjukkan kepemimpinan yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi. Kegemaran beliau melakukan pertemuan-pertemuan di luar agenda kepresidenan bahkan di tempat-tempat yang tidak pantas dalam kapasitasnya sebagai presiden, melahirkan kecurigaan masyarakat bahwa Gus Dur sedang melakukan proses tawar-menawar tingkat tinggi.

Proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan konglomerat Sofyan Wanandi dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung Marzuki Darusman. Akhirnya, Gus Dur didera kasus Buloggate. Gus Dur lengser, Mega pun menggantikannya melalui apa yang disebut sebagai kompromi politik. Laksamana Sukardi sebagai Menneg BUMN tak luput dari pembicaraan di masyarakat karena kebijaksanaannya menjual aset-aset negara.

Di masa pemerintahan Megawati pula kita rnelihat dengan kasat mata wibawa hukum semakin merosot, di mana yang menonjol adalah otoritas kekuasaan. Lihat saja betapa mudahnya konglomerat bermasalah bisa mengecoh aparat hukum dengan alasan berobat ke luar negeri. Pemberian SP3 untuk Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul Nursalim, The Nien King, lolosnya Samadikun Hartono dari jeratan eksekusi putusan MA, pemberian fasilitas MSAA kepada konglomerat yang utangnya macet, menjadi bukti kuat bahwa elit pemerintahan tidak serius dalam upaya memberantas korupsi, Masyarakat menilai bahwa pemerintah masih memberi perlindungan kepada para pengusaha besar yang nota bene memberi andil bagi kebangkrutan perekonomian nasional. Pemerintah semakin lama semakin kehilangan wibawa. Belakangan kasus-kasus korupsi merebak pula di sejumlah DPRD era Reformasi.

Pelajaran apa yang bisa ditarik dari uraian ini? Ternyata upaya untuk memberantas korupsi tidak semudah memba-likkan tangan. Korupsi bukan hanya menghambat proses pembangunan negara ke arah yang lebih baik, yaitu peningkatan kesejahteraan serta pengentasan kemiskinan rakyat. Ketidakberdayaan hukum di hadapan orang kuat, ditambah minimnya komitmen dari elit pemerintahan rnenjadi faktor penyebab mengapa KKN masih tumbuh subur di Indonesia. Semua itu karena hukum tidak sama dengan keadilan, hukum datang dari otak manusia penguasa, sedangkan keadilan datang dari hati sanubari rakyat. (amanahonline)